Page 223 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 223
baru yaitu bergaul dengan orang-orang kota dengan menghabiskan harta tanah dan
babi milik Irewa. Meskipun Malom tak pernah bekerja mencari uang, Irewa
bangkit demi membesarkan anak-anaknya yang masih kecil. Irewa berjuang
mandiri dengan memiliki kios di pasar untuk menjual sayur-mayur serta umbi-
umbian yang dia usahkan dari ladang dan hutan, serta menerima titipan dari orang
lain sebagaimana pada teks berikut ini.
... Untuk menghidupi keluarga, Irewalalu menjual dua ekor babinya itu.
Uangnnya dipakai untuk beberpa keperluan. Untuk sewa kios di pasar.
Sedikit untuk mencicil utang pedagang pasar waktu Ansel masuk SMA.
Sedikit untuk pegangan biaya hidup dengan anak-anaknya. Sejak saat itu,
Irewa tak lagi menjual hasil kebun miliknya sendiri, tapi menjual sayur, buah,
dan lainnya milik para perempuan di kampung-kampung. Dari situlah ia dan
anak-anaknya bisa makan dan ada sedikit uang untuk biaya lain (Herliany,
2015, hlm. 185).
Jinggi berada di Belanda, Irewa mulai menjadi penyuluh kesehatan pada
masyarakat Distrik Yar dengan selalu bediskusi besama Jinggi melalui e-mail.
Setelah selesai berdagang di pasar, Irewa masih terus melakukan kegiatan yang
dulu dikerjakannya dengan Jingi. Yaitu memberi penjelasan pada para perempuan
tentang bahaya penyakit HIV-AIDs di berbagai tempat. Jinggilah yang
menorongnya untuk tidak berhenti melakukan hal itu... (Herliany, 2015, hlm. 185).
Irewa memberikan pula keterampilan menganyam noken bagi kaum remaja putri
yang ada di Distrik Yar atas dasar kepercayaan Ibu Selvi, yaitu Kepala Distrik Yar
yang baru sebagaimana pada teks berikut ini.
Teman-teman Ibu Selvi di kelompok lama ada yang datang ke situ. Mereka
mengajak mama-mama di kampung datang ke Ruang Marya untuk mengajari
para remaja membuat noken. Tiak dari kulit tali kayu yang sudh jarang ada.
Tapi dari benang wol dan benang manila. Irewa yang mencari para remaja
yang kira-kira tertarik untuk itu. Ansel, anaknya mencoba mencarikan para
remaja yang tertarik. Selanjutnya hal itu diteruskan ke remaja dari sekolah
lain (Herliany, 2015, hlm. 194 – 195).
Dalam hal ini, perjuangan Irewa di ranah domestik tanpa bantuan suaminya dengan
bekerja keras dalam bidang perdagangan yang dapat dikategorikan sebagai aliran
feminis eksistensialis. Menurut Rosemarie Tong (Ratna, 2010) dan Simone de
217