Page 78 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 78

68     REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA



                                                                   81
              ada sangkut-pautnya  dengan perdagangan  Asia Barat.  Dengan demikian
              pengetahuan mereka tentang ‘Dunia Selatan’ sangat kurang jika dibandingkan
              dengan pengetahuan mereka tentang ‘Dunia Barat’. Bahkan baru abad V atau
              sesudahnya mereka memiliki pengetahuan tentang Nusantara.  82

                 Wolters menunjukkan bukti-bukti bahwa pelayaran niaga melintasi Laut
              Cina Selatan  untuk  pertama kalinya  terjadi antara  abad  III  dan V  masehi.

              Namun demikian, bukti yang pasti mengenai aktivitas ini baru terjadi pada
              abad V masehi. Hal ini bisa disimpulkan dari perjalanan dua orang pendeta
                                                          83
              agama Budha yaitu Fa Hsien dan Gunavarman.  Pada waktu itu Fa Hsien me-
              numpang kapal India. Orang-orang Nusantara sendiri sudah memiliki kemam-
              puan untuk berlayar ke Cina. Banyak catatan ditemukan dari istana Tiongkok
              mengenai berbagai utasan dagang dari Nusantara. Hal ini mudah dipahami
              mengingat bahwa sebelum menjalin hubungan dagang Cina, para pedagang

              Nusantara telah berpengalaman dalam pelayaran dan perdagangan dengan
              negeri-negeri di Asia Tenggara dan India. Berdasarkan struktur perdagangan
              Asia  kuno, maka  dapat dipastikan bahwa  armada dagang Nusantara sudah
              biasa mencapai kawasan dagang di sebelah barat  Semenanjung Malaya, bahkan
              I-Tsing dalam perjalanannya ke India menumpang kapal Sriwijaya. Bahkan
              menurut  Anthony Reid hingga  menjelang  abad  ke-12 perdagangan  antara
              Cina dan Nusantara sebagian besar diangkut oleh kapal-kapal Nusantara. 84
              81  O.W. Wolter, Early Indonesia Commerce: A Study of the Origin of Srivijaya (Ithaca, NY: Cornell University
                 Press, 1967), hlm. 43.
              82  W.P. Groeneveldt,  Historical Notes on Indonesia & Malaya Compiled from Chinese Sources  (Jakarta:
                 Bhratara, 1960), hlm. 1-2.
              83  Kisah perjalanan Fa Hsien dibukukan dengan judul Fo-kuo-chi (Catatan negeri-negeri Budha). Pendeta Cina
                 Fa Hsien bertolak dari Sri Langka pada tahun 413. Ia menempuh seluruh perjalanan pulang dengan melalui
                 laut. Dalam perjalanannya, kapal yang ditumpanginya terserang badai sehingga terpaksa berlabuh di negeri
                 Yeh-po-ti (oleh para peneliti, tempat ini dikonotasikan dengan Yavadwipa atau Jawa. Sesudah tinggal se-
                 lama lima bulan, ia meneruskan perjalanan ke Cina dengan menumpang kapal lain.  Dalam pelayaran dari
                 Yeh-po-ti ke Cina ini Fa-Hsien mendengar percakapan di antara para penumpang bahwa pelayarannya telah
                 melampaui batas waktu berlayar yang lazim untuk mencapai Kanton. Fa Hsien juga menceritakan bahwa
                 para penumpang sudah merasa khawatir bahwa kapal mereka kehilangan arah. Dari kesaksian Fa Hsien
                 tersebut cukup jelas bahwa suatu pelayaran langsung (tanpa singgah di pelabuhan tertentu) dari Yeh-po-ti
                 ke Kanton pada masa itu sudah lazim karena orang sudah tahu berapa lama perjalanan yang harus ditem-
                 puh. Sementara itu pendeta Gunavarman menceritakan perjalanannya dari She-po atau pulau Jawa. Pada
                 mulanya nahkoda merencanakan untuk singgah di sebuah kerajaan kecil, namun karena nagin sedang baik
                 maka diputuskan untuk berlayar langsung  ke Cina. Ada juga cerita bahwa pada tahun 449 kaisar Wen Ti
                 (424-453) mengirim utusan ke She-po. Selain itu diceritakan pula bahwa ia sebetulnya juga merniat untuk
                 menjemput Gunavarman di She-po. Lihat Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
                 Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta: Balai Pustaka, 1977), hlm. 14 – 15.  Lihat juga N.K.S.
                 Irfan, Kerajaan Sriwijaya (Jakarta: Girimukti Pusaka, 9183), hlm. 35.
              84  Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 2002), hlm. 81.
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83