Page 22 - PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
P. 22

KATA PENGANTAR









        22









                 Kadang-kadang terpaksa juga harus diakui bahwa waktu  mereka  ini konservatif,  sang pemelihara  status  quo.
              sebenarnya bersifat ganda. ada waktu yang boleh dikatakan  sementera mereka yang ingin perubahan biasanya mendapat
              objektif, persis, dan terukur, satu hari sama dengan dua puluh  nama yang beragam-ragam sesuai dengan corak pemikiran
              empat jam, satu jam merupakan kata lain untuk enam puluh  dan perilaku  sosial-politik  yang diperlihatkan,  mulai  dari
              menit, dan begitulah seterusnya. Demikian juga halnya kalau  kaum  reformis sampai  golongan revolusioner, bahkan  bisa
              kesatuan waktu yang lebih panjang yang sedang dihadapi,  juga pemberontak.
              satu tahun berarti dua belas bulan, satu bulan kira-kira sama   Ketika  kedua  dimensi waktu telah dibicarakan  dalam
              dengan  tiga puluh  hari, kecuali  kalau  keharusan  kalender  konteks  sejarah kontemporer  tanah air yang tercinta  ini,
              yang dipakai. bukankah biasa juga, bahkan teramat sering  seakan-akan  serentetan nama aktor sejarah terkemuka
              dan sangat biasa pula, waktu mempunyai nilai yang subjektif?  terpampang  begitu  saja.  biarlah ilmuwan  berteori-teori
              Ketika suasana kegembiraan sedang dinikmati, betapa cepat  tentang asal usul dari apa yang mereka namakan “the force of
              waktu berlalu. tiba-tiba waktu lain telah datang begitu saja  history”, kekuatan sejarah. Hanya saja ketika sejarah kekinian
              tanpa diundang.  namun bagaimana sebaliknya? Ketika  disinggung,  personifikasi  waktu  pun  tidak  terhindarkan.
              kebosanan, apalagi  di waktu  rasa derita  tengah melanda,  maka  kita pun berbicara  atau  bahkan berdebat  tentang
              betapa panjang perjalanan waktu. Dapat  jugalah  dipahami  zaman ketika  presiden  “ini” atau “itu” negara  mengalami
              kalau  bahasa  sastra tidak  jarang  memakai  konsep waktu  “kemakmuran” atau “kemerosotan ekonomi”. sekian banyak
              sesuai dengan kisah yang disampaikan. ada kalanya waktu  peristiwa  sosial  atau  ekonomi atau—tentu  saja—politik
              terkena  gaya  eufemisme  yang  mengecil-ngecil  “apalah  terjadi  dan dialami  masyarakat  bangsa.  maka  begitulah
              arti setahun, dua  tahun, kalau  akhirnya yang diinginkan  seakan-akan dengan begitu saja nama pribadi telah dijadikan
              tercapai juga”. atau terkena hiperbol, yang membesar-besar,  sebagai simbol dari dinamika zaman. Dapat jugalah dipahami
              “Puluhan tahun akan kunanti juga, demi masa depan yang  kalau potret senyum sinis memakai teks, “Piye kabare. Isih
              membawa kebahagiaan”.                               enak zaman ku to?”.
                 Jika  demikian halnya  waktu dengan rasa subjektivitas   Ketika  pendempetan  waktu  dan tokoh (sang aktor
              pribadi, sebenarnya tidak pula berbeda keadaannya dengan  sejarah) telah terjadi  bukan  saja perjalanan sejarah terasa
              kesadaran sosial. Perjalanan waktu dalam konteks peristiwa  semakin jelas, bahkan berbagai perasaan subjektif pun bisa
              kesejarahan biasa juga,  bahkan teramat  biasa,  terkena  pula ikut bermain. sejarah bukan lagi sekadar rekonstruksi
              subjektivisme waktu. Hanya saja tiada kesatuan subjektivitas  dari rentetan peristiwa dalam perjalanan waktu, tetapi juga
              yang utuh bisa didapatkan. andaikan tidak karena alasan lain,  susunan potret aktor sejarah yang dianggap telah memainkan
              masyarakat bisa juga dibagi  atas keterikatan  anggotanya  peranan yang dominan. seketika hal-hal ini telah direnungkan
              pada  subjektivisme  waktu  yang tertentu.  semakin  keras  maka tiba-tiba datang juga kesadaran betapa seakan-akan
              subjektivisme waktu, maka semakin mungkin konflik internal  dengan begitu  saja, meskipun  telah sepuluh  tahun berada
              bisa terjadi.  ada yang  menginginkan keberlanjutan  situasi  di  puncak  kekuasaan,  Presiden  republik  indonesia  yang
              yang sedang  dialami  berjalan  terus,  maka  dikatakanlah  keenam  sudah  harus mengakhiri tugasnya. Kita pun sadar



              PEND AHULU AN



     Presiden Republik Indonesia FINAL REVISI 20082014 CETAK.indd   22                                                  8/21/14   1:12 PM
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27