Page 102 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 102
memukau penonton. Kami juga mesti belajar ekstra karena
seringnya kami bermuhibah keluar Magelang. Aku sangat senang
dan bangga bergabung di Kompi Lokananta. Setiap selesai
penampilan kami diberi kesempatan pesiar, bisa berkenalan
dengan para pengagum, terutama dengan para gadis.
Nama Canka Lokananta diambil dari bahasa Sanskerta artinya
“suara merdu dari langit”.
Di tingkat 2 ini, tekanan fisik mulai berkurang. Kami merasa lebih
santai. Tidak ada lagi kewajiban berlari apabila berjalan lebih dari
7 langkah. Pergi kuliah hanya berpakaian PDL, kadang PDH.
Pakaian PDLT digunakan hanya apabila melaksanakan latihan
tempur atau kegiatan-kegiatan khusus.
Materi kuliah umum porsinya lebih banyak daripada pelajaran
militer. Mata kuliah umum dititikberatkan kepada penguatan
terhadap tugas-tugas militer. Kami diperkenalkan kepada materi
yang semakin berat dan bervariatif, seperti Filsafat Pancasila,
Kepemimpinan militer, ilmu matematika, dan bahasa Inggris.
Khusus mata pelajaran militer diarahkan agar Taruna memiliki
ilmu efektif setingkat Komandan Regu (Danru) potensial sebagai
Komandan Peleton (Danton). Oleh karena itu, kami juga dilatih
untuk mengoperasikan dan menembakkan “senjata kelompok”,
yaitu senapan mesin dan mortir.
Latihan menembak mortir dilakukan di lapangan khusus, di pantai
selatan Purworejo, tepatnya di Ketawang. Pelajaran dan praktek
menembak mortir ini mempunyai kesan tersendiri bagi Taruna.
Hal tersebut disebabkan Taruna harus menggali lubang untuk
steling mortir dan tidur bermalam dengan ponco di tepi pantai
hingga Taruna senior terdahulu menciptakan lagu kenangan yang
populer, “Dari Tidar ke Ketawang”.
Inilah lirik lagunya,
Dari Tidar ke Ketawang.
Gali lobang penembakan.
Malam hari kedinginan.