Page 16 - E-book RUMAH
P. 16
Jadi, untuk kata sifat (na), tidak perlu mengubah kata sifatnya, hanya perlu mengubah
‘desu’ menjadi bentuk negatif. Boleh menggunakan ‘ja arimasen’ maupun ‘dewa arimasen’.
Perbedaan keduanya hanya pada tingkat formalitas. ‘Dewa arimasen’ lebih formal dari pada
‘ja arimasen’ meskipun ‘ja arimasen’ itu sendiri sudah cukup formal. Sedangkan ‘janai desu’
adalah bentuk yang masih dalam kadar formal tetapi juga akrab. “Janai’ adalah bentuk tidak
formal.
Untuk menjadikan kata sifat (i) ke dalam bentuk negatif, perlu mengubah kata sifatnya.
Bagian yang diubah adalah huruf (i) yang paling akhir. Huruf (i) terakhir tersebut diubah
menjadi (kunai). Bentuk ‘kunai desu’ adalah bentuk formal, sedangkan jika ‘desu’ dihilangkan,
akan menjadi bentuk tidak formal. Selain itu, perlu diperhatikan untuk kata sifat (i) seperti
‘atarashii’ yang huruf (i) terakhir sering tidak terdengar karena tercampur dengan bunyi (shi).
Jika bertemu kata sifat (i) semacam ini, perlu dicek ulang penulisannya, jangan hanya
bergantung pada pengucapan.
Terakhir, perhatikan percakapan berikut ini untuk memahami penggunaan pola kalimat
dan bentuk negatif dari kata sifat dalam teks. Perlu digarisbawahi juga bahwa kata tanya untuk
menanyakan kesan adalah ‘dou’.
Ali : Bima san no uchi wa ookii desuka?
Bima : Iie, ookikunai desu. Demo, akarui desu.
Ali : Heya wa dou desuka?
Bima : Watashi no heya wa kireijanai desu. Soshite, kurai desu.
16