Page 49 - BUKU AJAR BAHASA INDONESIA KELAS XII - FARRAH, RAHMAH, RYANA
P. 49
Citra Diri: Dibentuk atau Terbentuk?
Ryana Anggita Shandi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan
Indonesia
Pada dasarnya setiap manusia diciptakan memiliki keunikan masing-masing.
Setiap manusia memiliki karakteristik khusus yang hanya dimiliki sendiri. Sekalipun
serupa, tapi tentu ada bagian yang tidak dapat percis sama dengan manusia lainnya.
Tentu hal ini dapat dikatakan sebagai ciri khas seseorang. Akan tetapi, ada hal lain
yang ternyata dapat menjadi sebuah ciri khas bagi seseorang, yaitu citra diri.
Citra Diri
Citra diri merupakan sebuah bentuk ciri khas individu yang dibentuk atau
terbentuk oleh lingkungan sosial tertentu. Citra ini dapat dianggap penting karena
sebagian besar orang memilih untuk hidup dengan citra tertentu agar dapat
menjalankan perannya dalam kehidupan dengan baik.
Akan tetapi, dalam pemerolehan citra diri seperti itu tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Banyak orang yang demi memperoleh citra tertentu
harus “terpaksa” hidup menjadi orang lain. Sehingga berakhir menjadi sebuah
tuntutan yang memberatkan. Padahal sangat memungkinkan citra diri dibentuk secara
alamiah tanpa memberatkan dan merasa dituntut. Karena itulah citra dapat
digolongkan ke dalam dua bentuk yaitu citra yang dibentuk dan citra yang terbentuk.
Jenis Citra Diri
Pertama, citra dibentuk cenderung berasal dari dalam diri karena
keberadaannya dihasilkan oleh keinginan pribadi yang didasari oleh adanya tujuan-
tujuan tertentu. Kedua, citra terbentuk oleh lingkungan sosial tertentu tanpa disadari
oleh individu. Adapun keduanya memiliki kesamaan yaitu memunculkan
karakteristik atau kekhasan yang dimiliki individu tertentu. Karakteristik atau
kekhasan ini dapat berupa watak, sifat, ataupun ciri fisik yang terlihat dari diri
seseorang. Semisal, individu yang cenderung pendiam, individu yang memiliki
lesung pipi, dan lain-lain.
Sebuah citra yang dibentuk atau terbentuk pun saling berkaitan. Kedua hal
tersebut dapat saling mempengaruhi diakibatkan oleh lingkungan sosial budaya
masyarakat tertentu. Citra yang terbentuk biasanya terkesan alamiah dan sedari awal
memang telah bersatu dengan diri seseorang. Adapun citra yang dibentuk biasanya
merupakan penyesuaian yang dilakukan dari adanya ketidakpuasan dari citra yang
sebelumnya telah terbentuk. Hal ini bisa saja terjadi karena ada kepentingan-
kepentingan tertentu. Misalnya saja, ketika seseorang memiliki citra diri yang
pemalu. Namun karena tuntutan pekerjaannya ia mesti mengubah 180 derajat
karakteristik di tempat pekerjaan hanya demi profesionalisme semata.
Faktor Pembentukan Citra Diri
Menurut Rosenbaum (2012: 71-72) dalam bukunya menyatakan bahwa empat
“E” yang paling mempengaruhi pembentukan citra diri adalah: 1) Experience atau
pengalaman pengalaman sehari-hari yang dilakukan atau telah dilakukan. 2)
Exposure atau keterbukaan-bagian lain dari pembentukan diri adalah keterbukaan
untuk orang lain; keterbukaan untuk ide-ide baru. 3) Education atau pendidikan-
bagian dari pengalaman dan keterbukaan. 4) Environment atau lingkungan-gaya
hidup yang diadopsi sebagai milik sendiri.
Keempat aspek di atas hadir sebagai bentuk aktualisasi manusia sebagai
makhluk individu ataupun kelompok dalam lingkungan sosialnya. Untuk memenuhi
45