Page 3 - UNIV BRAWIJAYA SEFIONA pdf
P. 3

itu ditempuh usaha untuk memperoleh status universitas negeri. Sesuai UU nomor 22 tahun 1961
               tentang perguruan tinggi, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, baik mengenai jumlah
               maupun jenis fakultas yang dimiliki. Untuk itu, diupayakan penggabungan dengan perguruan tinggi yang
               sudah ada di Malang, yakni PTEM dan STKM (Sekolah Tinggi Kedokteran Malang). PTEM sepakat dengan
               gagasan ini, sementara STKM masih belum dapat menerimanya.

               Sebagai langkah menuju penggabungan, Universitas Kotapraja Malang berganti nama menjadi
               Universitas Brawijaya. Nama ini berasal dari gelar raja-raja Majapahit yang merupakan kerajaan besar di
               Indonesia pada abad 12 sampai 15.[9] Nama ini diberikan oleh Presiden Republik Indonesia melalui
               kawat nomor 258/K/61 tanggal 11 Juli 1961, dipilih dari 3 alternatif yang diajukan, yakni Tumapel,
               Kertanegara, dan Brawijaya. Nama itu secara resmi baru dipakai 3 Oktober 1961, setelah penggabungan
               Yayasan Perguruan Tinggi Malang (Universitas Kotapraja Malang) dengan Yayasan Perguruan Tinggi
               Ekonomi Malang (PTEM) menjadi Yayasan Universitas Malang, yang disahkan akta notaris nomor 11
               tanggal 12 Oktober 1961.
               Presiden (saat ini disebut rektor) Universitas Brawijaya, Dr. Doel Arnowo bersama para perintis
               universitas lainnya akhirnya mendapatkan kepastian terkait status universitas negeri dalam sebuah
               pertemuan 7 Juli 1962 yang dicapai melalui kesepakatan antara Menteri PTIP, Pangdam V Brawijaya,
               Presiden Universitas Airlangga, dan Presiden Universitas Jember. Gedung Fakultas Pertanian di Jl. MT.
               Haryono (dulu Jl. Raya Dinoyo).
               Dengan keputusan itu, ditetapkan Universitas Brawijaya di Malang terdiri dari Fakultas Ekonomi,
               Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan, Fakultas
               Pertanian, serta Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan. Keputusan itu pula memisahkan Fakultas
               Pertanian, dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan dari Universitas Airlangga dan
               memasukkannya ke dalam lingkungan Universitas Brawijaya.
               1965-1968: Kampus Bergolak

               Situasi negara memburuk dengan meletusnya Pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965. Seluruh
               perguruan tinggi bergolak, tidak terkecuali Universitas Brawijaya. Pergolakan mencapai puncaknya 2
               April 1966, seluruh aktivitas universitas ini berhenti. Dengan keputusan nomor 012/IV/66, Pangdam V
               Brawijaya selaku PU Pepelrada (Penguasa Pelaksana Perang Daerah) menetapkan sebuah presidium
               untuk memimpin Universitas Brawijaya, dan dekan untuk memimpin fakultas-fakultas. Keputusan itu
               kemudian disahkan Deputi Menteri PTIP dengan Keputusan nomor 4385 tahun 1966. Tugas utama
               presidium adalah normalisasi keadaan dan menggalang persatuan dan kesatuan di kalangan sivitas
               akademika. Presidium mulai bekerja 7 April 1966, dan membuka kembali Universitas Brawijaya 12 April
               1966.[8] Bulan Juni 1966, Brigjen dr. Eri Soedewo ditugasi pemerintah untuk stabilisasi beberapa
               perguruan tinggi di Jawa Timur. Jabatannya ialah Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Jawa Timur, di
               samping Pejabat Rektor Universitas Airlangga, Ketua Presidium Universitas Negeri Surabaya, Ketua
               Presidium Universitas Negeri Malang, sekaligus rektor kedua UB.
   1   2   3