Page 3 - Bab 1 Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi bangsa - Copy
P. 3

pengasingan di India, meski hal ini akhirnya tidak terjadi. Dengan kondisi
                   kritis seperti itu maka Republik Indonesia dapat digambarkan bagai “sebutir
                   telur di ujung tanduk”.
                   Namun demikian Panglima Besar Soedirman sekeluarnya dari Yogyakarta,
                   langsung memimpin  pasukannya  untuk meneruskan  perjuangan  melawan
                   Belanda dengan melakukan perang gerilya. Sementara Kolonel A.H. Nasution,
                   selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan
                   rakyat yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat Nomor 1 yang salah satu
                   pokoknya adalah menyusupkan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-
                   daerah  federal ke garis belakang  musuh dan membentuk  kantong-kantong
                   gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
                   Dapat pula dikemukakan  peran Sultan Hamengkubuwono IX yang telah
                   memberikan  dukungan  fasilitas  dan  finansial  untuk  keberlangsungan
                   berjalannya  pemerintahan  Republik  yang  ditinggalkan  para  pemimpinnya
                   tersebut.  Menurut Kahin, dua kekuatan inilah yang menjadi sumber
                   perlawanan terhadap Belanda yang pada akhirnya memaksa Belanda untuk
                   mengakhir perang menuju Konferensi Meja Bundar (KMB).
                   Kedua kekuatan yang digerakan oleh unsur sipil dan tentara yang melakukan
                   gerilya  menjadi amunisi  yang ampuh bagi para diplomat  kita yang terus
                   berunding di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dengan strategi
                   perjuangan  tersebut di atas dengan mendapat  tekanan   Internasional   dan
                   dari Amerika Serikat sendiri yang mengancam akan menghentikan bantuan
                   Marshall Plan, maka Belanda terpaksa menandatangani perjanjian KMB yang
                   berisi “penyerahan kedaulatan” (souvereniteit overdracht).
                   Situasi dan kondisi perjuangan sebagaimana digambarkan di atas itulah yang
                   menjadi  makna nilai persatuan dari peringatan kebangkitan nasional ke 40 di
                   tahun 1948, yang menggerakkan perjuangan bangsa Indonesia yang pantang
                   menyerah dan pada akhirnya dapat mengakhiri upaya Belanda untuk kembali
                   menjajah.

                   Ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa memang bukan persoalan main-
                   main. Tak hanya merupakan masalah di masa lalu. Potensi disintegrasi pada
                   masa kinipun bukan tidak mungkin terjadi. Karena itulah kita harus terus dan
                   selalu memahami betapa berbahayanya proses disintegrasi bangsa bila terjadi
                   bagi kebangsaan kita. Sejarah Indonesia telah menunjukkan hal tersebut.












                   Sejarah Indonesia                                                         3


                                  Di unduh dari : Bukupaket.com
   1   2   3   4   5   6   7   8