Page 61 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 61
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
bernama Patotoq E yang kemudian menikah dengan Pua Dettia Unru Senrijaya
yang menurunkan Batara Guru. Selanjutnya Batara Guru menikah dengan We
Nyilitimo dan mendapatkan putra bernama Batara Lattu yang merupakan ayah
dari Sawerigading dan We Tenriabeng dari pernikahannya dengan We Datu
Sengngeng. Selanjutnya anak perempuan dari Sawerigading yang bernama
Salinru Tojang dari perkawinannya dengan We Cudai menikah dengan saudara
sepupunya yang bernama Simpurusia, putra We Tenriabeng dari perkawinannya
dengan Remmang ri Langi. Adapun salah seorang anak Sawerigading yang
paling terkemuka karena kemampuannya menyusun kisah silsilah Luwu bernama
La Galigo, yang namanya diabadikan sebagai nama kitab naskah tersebut di
kemudian hari. Selanjutnya perkawinan Salinru Tojang dengan Simpurusia
menurunkan anak bernama La Tikka atau Pua Atikka yang kemudian kawin
denga We Daruma. Dalam tradisi lisan orang Wotu, Pua Atikka menjadi moyang
penguasa Wotu (Aleluwu), Palu, dan Buton (Amir dalam Sumantri [ed.] 2006:
242–3).
Tidak mudah untuk membuat interpretasi sejarah dengan menggunakan
tradisi lisan sebab berbagai pengaruh dan perkembangan yang berasal dari
masyarakat akan berpengaruh terhadap kisah tersebut terutama ketika data
sejarah tidak cukup tersedia sedangkan tinggalan arkeologi masih memerlukan
pengkajian lebih jauh. Namun, beberapa kajian linguistik menemukan tingginya
persentase kemiripan antara bahasa Wotu dengan bahasa Wolio di Buton
serta bahasa Layolo di Pulau Selayar (Salombe 1986). Kemiripan bahasa ini
memunculkan dugaan bahwa mereka adalah pelaku utama dalam perdagangan
pada masa awal Kedatuan Luwu sekitar abad ke-11 sebelum berpindah ke
Malangke dan seterusnya berpindah lagi ke Palopo pada awal abad ke-17 (Amir
dalam Sumantri [ed.] 2006: 247).
Tradisi lisan Wotu juga mengisahkan perihal hubungan antara Luwu dengan
wilayah pedalaman. Alkisah, pada masa kekuasaan Simpurusia disebutkan ada
seorang penjahat yang bernama La Sopanti yang tidak ada seorang pun yang
dapat mengalahkan ketangguhannya. La Sopanti mengganggu ketenteraman
di bagian barat Wotu sehngga membuat rakyat Luwu ketakutan. Seorang
putra bangsawan dari istana Simpurusia bernama La Saeyyo Pua Mona
kemudian memutuskan menghadapi bajingan tersebut yang kemudian berhasil
45