Page 22 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 22
warganya, karena ikatan perjanjian yang telah dibuat para
leluhur dari dua desa atau lebih itu. Penduduk dari dua desa
yang berpela (baku-pela) harus tolong menolong dalam susah
dan senang. Bahkan ada pula yang tidak boleh saling kawin.
Jumlah penduduk dewasa ini jauh lebih meningkat
selain karena migrasi penduduk, tingkat kelahiran pun
bertambah. Akibatnya ethnisitas pun bervariasi sejalan dengan
perkembangan sosial budaya.
1.3 Perekonomian
'
Menyinggung tentang perekonomian daerah ini, kepulauan
Maluku telah termasuk dalam jaringan perdagangan di
Nusantara sejak masa prasejarah dan masa emporium. Para
pedagang mancanegara telah berhubungan dengan penduduk
Maluku dalam perdagangan berbagai jenis komoditi terutama
rempah-rempah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perekonomian penduduk telah mencapai tingkat tertentu
karena yang memadai berkat adanya hubungan dagang yang
luas itu. Penduduk menanam cengkeh dan pala karena
mendatangkan hasil dan keuntungan yang berlimpah.
Pertanian yang menghasilkan bahan makanan seperti beras
tidak terlalu dikenal, tetapi tanaman yang memproduksi
makanan pokok sagu tumbuh di mana-mana. Pohon rumbia
yang menghasilkan sagu itu tanpa pemeliharaan yang intensif
dapat memberi hasil yang banyak bagi penduduk. Melalui
pengolahan yang sederhana sebatang pohon rumbia dapat
menghasilkan 10 sampai 20 tumang tepung sagu. Tepung-
tepung sagu itu dapat dimakan selama dua sampai tiga bulan
oleh 3 atau 4 keluarga yang berjumlah 10 sampai 20 orang.
Pertanian di ladang atau kebun juga sudah dikenal penduduk
Maluku. Mereka menanam kacang-kacangan dan umbi-umbian
seperti ubi kayu (kasbi), ubi jalar (patatas), ubi talas (keladi),
kombili dan sebagainya. Kacang-kacangan yaitu kacang hijau,
kacang merah, kacang tanah dan sebagainya, dan juga pisang.
Untuk lauknya yang utama adalah ikan. Disamping itu
pendudukjuga suka memakan daging rusa yang diburu di hutan
atau ditangkap dengan menggunakan dodeso.
7