Page 222 - MODUL BAHASA INDONESIA KELAS X
P. 222

Butir-Butir Penting Buku Nonfiksi dan Novel Bahasa Indonesia Kelas X CP 3.9


                   bisa juga berhubungan dengan sesuatu hal yang mempunyai latar belakang
                   pendidikan/pengajaran.
                         Selanjutnya kalian akan mempelajari bagaimana menulis ringkasan yang benar. Yuk,kita
                   mulai saja bagaimana meringkas yang benar !

                   Hal yang Terpenting dalam Buku Novel


                   Hal yang pertama kalian lakukan adalah, berkenalan terlebih dahulu dengan bukunya, yaitukenalilah
                   identitas bukunya!

                   1. Identitas buku
                   Apakah identitas buku? sama halnya dengan kalian yang memiliki identitas, bukujuga
                   memiliki identitas, seperti, judul, pengarang, penerbit, dan sebagainya
                   Judul buku : Dilan , Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
                   Penulis : Pidi Baiq
                   Penerbit : Pastel Books, Bandung, 2014
                   Tebal buku : 346 halaman
                   Kover : Warna dasar biru muda,tulisan judul berwarna putih, berikutnya ada
                   gambar siswa SMA berseragam putih ab-abu bertolak pinggang dan motor model lama berwarna
                   cokelat muda, di bawahnya bertliskan nama pengarang.

                   2. Cermati isi dari setiap paragraf
                   Untuk mendapatkan maksud atau kesan umum dari sudut pandang pengarang aslinya, kalian bisa
                   mencari gagasan utama atau gagasan pokoknya.
                   Misalnya:
                   Dilan gak ada. Dilan jarang ke kantin. Aku sendiri juga heran. Kalau benar dia sedang mengejarku,
                   kenapa tidak pernah ke kantin untuk bertemu denganku? Kenapa lebih memilih kumpul bersama
                   teman-temannya di warung Bi_Eem?
                   Benarkah dia itu playboy, punya banyak pacar di mana-mana, seperti yang dikatakan oleh Nandan
                   "Milea!" dia manggil dan lalu mendekat. Kuhentikan langkahku. Sedangkan Nandan, Hadi dan Rani
                   terus berjalan karena aku minta mereka untuk jalan duluan.
                   "Jangan ikut belajar di kelasku!" kataku sambil aku goyangkan jari telunjukku. Aslinya sih aku suka
                   ada Dilan di kelasku, tapi aku merasa gak enak ke temen-temen
                   Tapi yang lebih aku ingat bukan Ibu Srinya, melainkan kejadiannya, yaitu pada waktu Ibu Sri sedang
                   menjelaskan materi pelajaran, tiba-tiba papan pembatas kelas bagian sebelah kanan itu roboh,
                   jatuh menimpa ke arah kami.
                   Dilan tidak melawan. Piyan hanya meringis. Aku langsung ingin tahu siapa Wati sebenarnya? Kenapa
                   dia berani ke Dilan? Kenapa dia berani ke Piyan? Di saat mana, aku merasa yakin orang lain tak akan
                   berani melakukannya. Dan. kenapa keduanya tidak melawan ketika diperlakukan macam itu oleh
                   Wati?
                   Tapi sejak adanya peristiwa itu, aku tidak pernah melihat Dilan selama dua hari, di lingkungan
                   sekolah dan di mana pun.
                   Apakah aku normal kalau aku ingin tahu semua hai tentang Dilan? Kalau enggak, biarin, deh, gak
                   normal juga. Aku duduk berdua dengan Wati, agak di dekat jendela. Aku merasa harus hati-hati,
                   jangan sampai Wati tahu tujuan asliku ngobrol dengan dia.
                   "Si Dilan pasti pacarnya banyak, tuh!" kataku.
                   "Ah, siapa? Gak punya pacar dia mah. Terlalu cuek ke cewek!"
                   "Mungkin masih lebih suka main sama kawan-kawannya." "Iya, kali."







                                                                                                        29
   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227