Page 62 - REVISI MEDIA_Neat
P. 62
pendatang tidak digolongkan sebagai jurai ke-3. Justru kelompok
pendatang diposisikan sebagai ulun Lampung pada kedua kelompok
budaya itu, yaitu pepadun dan sebatin secara bebas dan terbuka, sesuai
pilihan, teritorial pemukinan dan penetapan ke dalam warga adat
(Zainudin Hasan, 2012).
Masyarakat adat Lampung sangat terbuka dengan kehadiran para
pendatang, dan itu menjadi alasan kenapa pada masa pemerintahan
orde baru Lampung dijadikan sebagai tujuan transmigrasi. Baik
masyarakat asli maupun transmigran hidup rukun di tanah ini, tidak
mempermasalahkan etnis maupun agama.
Agama-agama yang diakui Negara; semuanya ada di Lampung.
Mulai dari Islam (93.55%), Kristen Protestan (2.32%), Hindu (1.63%),
Katolik (1.62%), Buddha (0.87%), hingga Konghucu (0.01%). Di
Lampung tidak pernah terdengar ada bentrokan sosial yang bersumber
dari perbedaan agama. Semua agama mendapatkan tempat istimewa di
Lampung. Dan meskipun ada wilayah-wilayah tertentu yang didominasi
oleh masyarakat dengan agama tertentu dan di wilayah lain didominasi
oleh masyarakat dengan agama lainnya, di antara kedua wilayah
tersebut tidak pernah terjadi perseteruan. Misalnya masyarakat
penganut agama Hindu bebas mendirikan pura di depan rumahnya
tanpa takut diusik oleh penganut agama lain yang tinggal bersebelahan
dengan tanahnya.
Keanekaragaman juga tampak pada ragamnya bahasa yang ada
di Provinsi ini. Selain bahasa Lampung sendiri, masyarakat Lampung
juga menggunakan Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, dan Bahasa Bali.
Namun uniknya, dalam keseharian ketika mereka yang secara bahasa
ibu memiliki bahasa yang berbeda-beda itu dalam berkomunikasi
menggunakan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi bahasa
pergaulan bukan hanya di perkantoran atau acara resmi, namun juga
menjadi bahasa pergaulan di pasar dan warung kopi.