Page 14 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 14
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
untuk terlibat dalam dunia politik dan sejak itu, jallan kembali ke suasana yang
terkurung di pesantren telah berakhir pula. Meskipun para ulama menolak saikere
(menundukkan kepala ke arah Tokyo) dan tidak pula mau mengumumkan Perang
Asia Timur Raya (dai toa senso) sebagai perang suci, tetapi pada Oktober 1943
Pemerintah Militer Jepang mendirikan Mejelis Syuro Muslimin (Masyumi), yang
menghimpun semua organisasi keagamaan Islam seperti Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, dan lain-lain dalam suatu organisasi kerja sama. Dengan begini
maka kaum modernis dan konservatif Islam dilebur dalam satu kesatuan. Dalam
situasi inilah pula pemerintah Jepang mengadakan kursus bagi kaum ulama di
Jakarta.
Salah satu tema sejarah nasional yang biasa terlupakan ialah arti kehadiran
historis dari kelompok minoritas Tionghoa. Padahal tanpa memperhitungkan
kehadiran mereka bukan saja pemahaman tentang perekonomian kekotaan
terabaikan, berbagai aspek dari perkembangan kemasyarakatan anak negeri pun
terbiarkan tanpa tersentuh. Maka begitulah sebuah pertanyaan pun tertanyakan
juga. Bagaimanakah jadinya dengan masyarakat kolonial yang terbagi atas tiga lapis
(kelas sosial tertinggi ialah keturunan keturunan Eropa, kelas kedua ialah golongan
Tionghoa dan Arab, sedangkan kelas sosial yang ketiga ialah anak negeri atau
bumiputera) ketika tentara Jepang berkuasa?
Zaman Jepang bisa dilihat bukan saja sebagai periode ketika kepulauan
Indonesia sedang ditarik ke dalam kancah peperangan, yakni perang yang disebut
sebagai bagian dari Perang Dunia kedua, tetapi adalah pula masa ketika kelas-kelas
sosial yang diperkenalkan kolonialisme Barat sedang digugat. Bukankah salah satu
pengumuman (September 1942) yang dikeluarkan Pemerintah Militer Jepang ialah
bahwa kehadiran Dai Nippon sebagai “Pemimpin Asia” ialah, “mengahapus segala
perbedaan antara golongan dan bangsa-bangsa”? Meskipun kadang-kadang
terlupakan (ataukah “dilupakan”?) tetapi bagaimanakah akan mengingkari bahwa
empat orang tokoh golongan Tionghoa adalah anggota dari Badan Penyelidik
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), yaitu badan yang dibentuk pemerintah militer
Jepang untuk merumuskan landasan kemerdekaan Indonesia. UUD 1945 (sebelum
direvisi di masa awal reformasi) adalah hasil karya badan bentukan militer Jepang
ini. Sidang inilah pula yang menyetujui perumusan akhir dari Pancasila berdasarkan
pidato Bung Karno yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945.
Salah satu aspek dari Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia yang
kurang diketahui ialah perkembangan sistem kemiliteran Jepang menjelang dan di
saat Perang Pasifik telah berkecamuk. Karena itulah buku ini secara panjang lebar
menguraikan aspek sejarah yang terlupakan ini. Tidak kurang pentingnya ialah
5