Page 50 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 50
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
Mitsubishi A-6M Reisen, yang lebih dikenal dengan nama “Zero” atau
“Navy-0”, merupakan salah satu pesawat pemburu legendaris dalam sejarah dan
menjadi simbol kekuatan udara Jepang. Ketika pertama kali diuji coba pada tanggal
29 Juni 1940, “Zero” merupakan pesawat idaman para pilot pemburu. Memiliki
kecepatan puncak 533 km per jam, “Zero” dianggap sebagai pesawat pemburu
terunggul di dunia yang berpangkalan di kapal induk, karena kelincahan
manuvernya serta jarak jangkauannya yang sangat luas. Kanon 20 mm yang ampuh
di kedua sayapnya dan dua senapan mesin 7,7 mm di bagian hidungnya
membuatnya menjadi mesin pembunuh yang ampuh. Namun, kecepatan dan
kemampuan manuvernya yang hebat membuat pesawat tersebut nyaris tidak
memiliki lapisan baja pelindung dan tanki bahan bakar yang tidak bisa menutup
sendiri. Akan tetapi, perlindungan pilot tidak pernah menjadi kepedulian bagi
orang Jepang sendiri.
76
Dalam operasi-operasi tempur awal, “Zero” memperoleh reputasi
legendaris sebagai pesawat pemburu, di mana pesawat ini memiliki rasio
kemenangan 12:1. 77 Akibatnya, beredar “aturan pertama” di antara para
78
penerbang Sekutu: “Jangan pernah berduel udara melawan Zero”. Seorang pilot
pemburu Amerika yang bertugas di Lapangan Terbang Ngoro, Jawa Timur,
mengeluh: “para bajingan itu seribu persen lebih baik kemampuan manuvernya
79
dibandingkan kami.”
Sebuah versi awal “Zero” yang dijuluki “Zeke” oleh Sekutu juga dikerahkan
selama Pertempuran di Hindia Belanda, terutama di wilayah barat. Namun, tidak
seperti “Zero”, “Zeke” hanya dipersenjatai dengan tiga senapan mesin 7,7 mm,
tidak cukup ampuh untuk menghadapi pesawat-pesawat terbang Sekutu yang
memiliki lapisan baja tebal. Kemampuan menggelindingnya juga rendah pada
80
saat kecepatan tinggi sementara mesinnya cenderung bermasalah pada saat
81
akselerasi negatif.
Di Hindia Belanda, Jepang mengerahkan dua kapal pembawa pesawat
amfibi, Chitose dan Mizuho. Kapal-kapal ini membawa pesawat amfibi seperti Aichi
E13A “Jake” dan Mitsubishi F1M2 “Pete” (keduanya pesawat amfibi pengintai) dan
menjadi basis bagi pesawat amfibi besar Kawanishi H6K “Mavis”. Pesawat amfibi
82
“Pete”, yang dikembangkan dari desain Sikorsky S-42 dan dari rancangan Prancis,
memiliki kemampuan manuver yang tinggi dan banyak beraksi selama
pertempuran di Hindia Belanda. Mereka berkali-kali bahkan digunakan sebagai
83
pesawat pemburu pertahanan armada. Sementara itu, “Mavis”—sebuah pesawat
amfibi jarak jauh bermesin empat dan berekor ganda yang digunakan untuk
berpatroli, misi-misi pengintaian dan pemboman jarak jauh serta mengangkut
41