Page 90 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 90
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
Seperti yang telah dikatakan, berbeda dengan Belanda, Jepang berjasa
besar memperkenalkan pelukis-pelukis di masyarakat, khususnya nama-nama baru
yang bermunculan melalui 23 kali pameran sepanjang 1943-1945. Sebagai
perbandingan, di sini bisa disebutkan bahwa, sejauh yang tercatat oleh Persagi,
pembinaan oleh pemerintah kolonial Belanda hanya menyelenggarakan 3 pameran
37
dalam 4 tahun. Nama-nama pelukis yang pada waktu itu mulai dikenal oleh
masyarakat antara lain Sudjojono, Affandi, Agus Djaya. Otto Djaya, Hendra, Basuki
Resobowo, Emiria Sunassa, Henk Ngantung, Mochtar Apin, Sundoro, Trubus,
38
Kerton, Baharuddin, dan Sudarso. Selain nama-nama itu, tercatat pula Dullah,
Rusli, Karyono, Sri Murtono, Trubus, Hendra Gunawan, Kusnadi, Karyono, Barli, E.
Supit, Soemitro, Subarko, Sudibio, Sudarsono, Sumartono, Subanto, I Nyoman
39
Ngendon, Ilyas, dan D. Wikartaatmadja.
Jika kita ikuti polemik kebudayaan sejak dekade 1930-an yang dirintis oleh
Pujangga Baru maupun seruan mencari nasionalisme seni lukis oleh Persagi,
kiranya bisa dilihat bahwa sampai zaman Jepang tema Barat-Timur masih gencar
dibicarakan. Jepang tak henti-hentinya menanamkan kepercayaan seniman
Indonesia terhadap kebesaran budaya Timur. Dengan amat sadar, Jepang sungguh-
sungguh memperhitungkan faktor kebudayaan ini, selain politik dan militer. Jepang
berpendirian bahwa bangsa-bangsa Asia Timur harus diyakinkan bahwa mereka
sesungguhnya satu, yaitu memiliki satu corak kebudayaan, yakni kebudayaan Timur
40
– yang sedang diancam oleh kebudayaan Barat. Jepang menyikapi problematika
tersebut dengan menerapkannya melalui pameran dan sayembara seni lukis.
Ketika pameran pertama yang digelar oleh Keimin Bunka Shidosho dengan tema
Kehidupan Djawa Baroe, organisasi ini memberikan hadiah kepada pelukis wanita
Emiria Sunasa. Sejumlah kalangan menganggap pameran ini berhasil meyakinkan
orang akan pentingnya identitas Timur dalam seni lukis. Ketua Umum Keimin Bunka
Shidosho Sanusi Pane memberikan dukungan:
Pelukis-pelukis kita mencoba mencapai dasar dan corak Timur.
Pada umumnya benar, bahwa mereka itu berbuat demikian dari
lingkungan yang sangat dipengaruhi Barat. Hal itu dapat
dibandingkan misalnya dengan ahli adat Indonesia yang
memandang adat dengan kacamata ahli Eropa atau ahli bahasa
Indonesia yang memandang bahasa Indonesia dari jurusan
bahasa-bahasa Eropa. Kewajiban pelukis Indonesia berpindah
sesungguhnya dari lingkungan itu masuk ke lingkungan Indonesia
dan Timur. Langkah mereka ke arah itu sudah jauh kelihatannya
dalam pertunjukan tsb.
41
81