Page 84 - EBook Sosiologi XII Febrian Ika Lestari
P. 84
Modul Pembelajaran Sosiologi_SMA BSS XII
e. Bermakna misalnya sebagai integrasi komunal/kerabat serta upacara daur
pertanian,
f. Bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara ngaben dan penyucian
roh leluhur,
g. Bermakna politik, misalnya dalam upacara ngangkuk merana dan kekuasaan
patron client
4. Bentuk Kearifan Lokal di Indonesia
Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada
dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan aturan-aturan khusus.
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek
yaitu:
a. Wujud Nyata (Tangible)
1. Tekstual
2. Bangunan atau Aristektual
3. Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
b. Tidak Berwujud (intangible)
Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara berupa
nyanyian, pantun, cerita, serat nilai-nilai ajaran tradisional. Serat ini disampaikan
secara verbal dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal merupakan identitas bangsa Indonesia yang harus kita pelihara. Hal itu,
harus menjadi filosofi dan pandangan hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Kita
ambil contoh kearifan lokal dalam wujud gotong royong di warung rakyat. Menurut
Suyono Suyatno, diwarung dipraktikkan penggiliran pengelolaan warung sebagai
implementasi nilai gotong royong dalam tata sosial dan ekonomi: memberi peluang kerja
dan peluang mencari nafkah bagi kerabat dan warga sekampung; itu adalah salah satu
kearifan lokal warisan masa lampau yang masih diberlakukan oleh sebagian masyarakat.
Pelestarian kearifan lokal di Indonesia sering kali berbenturan dengan kebijakan
pemerintah. Kebijakan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi banyak
mengabaikan kearifan lokal. Investor asing diberikan berbagai kemudahan, meski harus
mengorbankan kepentingan orang banyak. Oleh sebab itu, Pancasila harus menjadi
landasan dalam menetapkan kebijakan pembangunan. Pancasila telah mengakomadasi
kearifan lokal yang hidup di Nusantara.
Dibawah ini adalah beberapa contoh dari kearifan lokal:
1. Hutan larangan adat “Desa Rumbio Kec. Kampar Prov. Riau”. Kearifan lokal ini
dilakukan dengan tujuan menyatukan masyarakat sekitar untuk melestarikan hutan di
mana ada aturan untuk tidak menebang pohon di hutan, dan mereka didenda
seperti 100 kg beras atau dalam bentuk 6 juta dolar menghukum Rp jika Anda terluka.
2. Awig-Awig (Lombok Barat dan Bali) Ini adalah aturan umum yang selalu menjadi
pedoman untuk perilaku dan tindakan, terutama yang berkaitan dengan interaksi
atau pengolahan sumber daya alam di lingkungan Lombok Barat dan Bali.
3. Cingcowong (Sunda / Jawa Barat) adalah upacara yang mengharuskan hujan tradisi
Cingcowong diturunkan dari generasi ke generasi oleh masyarakat Luragung untuk
melestarikan budaya dan melayani sebagai permintaan kepada Yang Maha Kuasa
ketika itu dilakukan melanggar perintahnya.
83