Page 19 - PENDIDKAN AGAMA KRISTEN PROSTESTAN KELAS VIII
P. 19

Bab


                          II             Hidup Berpengharapan






                    Bacaan Alkitab:

                    II Korintus 4: 8: Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis
                    akal, namun tidak putus asa.


                    Berdoa/Menyanyi

                    A.  Pengantar


                       Di kota Thagaste, Afrika Utara, tinggallah keluarga dengan tiga orang anak.
                    Sang ibu bernama Monika. Ia adalah seorang Kristen yang taat. Sementara sang
                    bapak bernama Patrisius, seorang pejabat tinggi di pemerintahan yang membenci
                    kekristenan. Tak segan-segan ia mencemooh istrinya bila hendak mengajarkan
                    iman Kristen kepada anak-anaknya. Di bawah pengaruh buruk sang bapak, anak
                    sulungnya hidup dalam pesta pora, foya-foya, dan pergaulan bebas. Walaupun
                    sang ibu terus menasihatinya, anak itu tetap saja bandel.
                       Melihat perilaku anak sulungnya, Monika merasa sangat sedih. Segala cara
                    sudah ia coba untuk menyadarkan anak sulungnya. Namun, Monika selalu gagal,
                    tapi, ia tidak putus asa. Dengan sabar, ia terus berusaha membimbing anaknya.
                    Ia juga tidak pernah putus berdoa bagi anak dan suaminya. “Kiranya Tuhan yang
                    mahabaik dan mahakasih, melindungi dan membimbing suami dan putraku ke
                    jalan yang benar dan dikehendaki-Nya,” demikian ia berdoa. Doa itu ia naikkan
                    bertahun-tahun lamanya dengan tekun dan tabah.
                       Suatu hari Patrisius sakit keras. Sesaat sebelum meninggal dunia, ia bertobat
                    dan meminta agar dibaptis. Sayangnya, hal tersebut tidak membuat anak
                    tertuanya berubah. Ia tetap hidup dalam dunia kelam, tidak mau bertobat dan
                    terus menyakiti hati ibunya. Hingga suatu saat sang anak memutuskan untuk
                    meninggalkan ibunya dan  pergi  ke  Italia.  Hati Monika  benar-benar  hancur.  Ia
                    begitu sedih harus berpisah dari anaknya apalagi di usianya yang ke-29 tahun,
                    anaknya belum berubah. Monika tidak kehilangan pengharapan. Ia terus
                    mendoakan anaknya.
                       Saat itu pun tiba. Di Italia, tepatnya di Kota Milan, sang anak bertemu dengan
                    Uskup Ambrosius yang kemudian membimbingnya secara pribadi. Akhirnya tepat
                    pada 24 April 387, doa Monika yang dinaikkan lebih dari 20 tahun itu akhirnya




                     10       Kelas VIII SMP
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24