Page 216 - BUKU NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN EDISI KE-2
P. 216
KEPENTING AN NASIONAL D AN A GEND A PEMBANGUNAN
kebangsaan. Sarekat Islam adalah organisasi yang dibesarkan seorang tokoh
pergerakan kebangsaan HOS Tjokroaminoto. Melalui organisasi ini telah
lahir tokoh dan guru bangsa seperti Haji Agus Salim dan Abdul Muis.
Sampai akhir hayatnya, Thayeb Mohammad Gobel juga aktif di Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), partai yang dideklarasikan pada 5 Januari
1973 sebagai fusi dari sejumlah partai Islam yaitu Partai Nahdlatul Ulama
(NU), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI), Persatuan Tarbiyah Islamiah
(Perti) dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Jas-jas seragam SI dan PPP
masih tersimpan rapi di lemari peninggalan Thayeb Mohammad Gobel.
Karena itu tak heran jika Rachmat Gobel memiliki darah religiusitas dan
kebangsaan yang kuat.
Kedekatan dan nilai-nial perjuangan Sarekat Islam yang diwariskan
almahum ayahnya sampai saat ini masih melekat erat pada diri Rachmat
Gobel. Ia selalu berusaha meluangkan waktu untuk menghadiri berbagai
kegiatan oleh organisasi Islam tertua ini seperti Muktamar yang digelar
pada 4 Desember 2021 di Kota Solo, Jawa Tengah.
Memahami Sejarah Bangsa
Tidak hanya dari keluarga, pemahaman Rachmat Gobel terhadap pertautan
nilai kebangsaan dan keagamaan juga datang dari pemahamannya terhadap
sejarah bangsa yang antara lain ia rujuk dari pidato tokoh proklamator
kemerdekaan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945. Dalam pidato yang dikenal
sebagai hari lahir Pancasila itu, Bung Karno menyatakan, “Hendaknya
negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah
Tuhannya dengan cara leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara
kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme-agama. Dan hendaknya Negara
Indonesia satu negara yang bertuhan!”
Dasar Ketuhanan ini, kata Sukarno, telah menjadi sejarah bangsa dalam
kehidupan masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. “Bagaimana seluruh
rakyat Indonesia pada garis besarnya? Kalau pada garis besarnya telah
saya gogo, saya selami, sudah saya lihat secara historis, sudah saya lihat
dari sejarah keagamaan, pada garis besarnya rakyat Indonesia ini percaya
kepada Tuhan,” katanya, dalam pidato kursus Pancasila pada 1958.
Latar belakang sejarah yang panjang sebagai masyarakat yang beragama
maka bangsa Indonesia tidak lepas dari kehidupan keagamaan. Karena itu,
semua agama yang kemudian datang mudah berkembang dan hidup subur.
Ini karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat religius.
Dalam pidato 1 Juni, Sukarno menempatkan sila Ketuhanan pada urutan
kelima, sedangkan urutan pertamanya adalah Kebangsaan. Namun urutan
198

