Page 237 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 237
Mochammad Tauchid
3. Wong mondok (rayat), orang yang tidak mempunyai
rumah, pekarangan dan sawah. Di Minangkabau dinamakan
“anak samang”. Dia mendapat makanan dan pakaian dari
orang yang ditumpangi (induk samang), tetapi tidak menda-
pat upah tiap-tiap bulan atau harian. Setelah beberapa tahun
nanti mendapat upah, biasanya berupa lembu atau lainnya
yang dapat dijadikan modal selanjutnya untuk mencari
makan. Orang ini biasanya tidak dianggap orang yang lebih
rendah dari keluarga lainnya. Mereka biasanya makan ber-
sama-sama dan pakaiannya sama. Tidak jarang oleh masya-
rakat kemudian diambil menantu. Terhadap desa, dia tidak
mempunyai kewajiban apa-apa, karena dia memang tidak
mendapat hak dari desa itu. Tetapi dia bisa menjalankan
kewajiban desa mewakili orang yang ditumpanginya. Orang
kendo dan rayat dapat dinaikkan kedudukannya menjadi
orang baku seperti tersebut dalam bagian 1, kalau kemudian
berjasa dan berkelakuan baik. Orang semacam ini dinama-
kan “wong unggah-unggahan” (orang yang naik kedudukan-
nya).
Pembagian semacam ini tidak sama di beberapa daerah,
tetapi pada dasarnya sama. Di daerah Banyumas, penduduk
desa dibedakan dengan adanya:
1. kuli - pemilik tanah komunal (kongsen, sanggan), dengan
hak dan kewajiban penuh,
2. lindung - pemilik tanah pekarangan, tetapi tidak punya
tanah pekulen, mungkin punya tanah yasan sendiri,
3. pondok tempel - orang yang mempunyai rumah di pe-
karangan orang lain,
4. pondok ringkuk - orang (atau dengan keluarganya) ting-
gal di rumah orang lain, dengan mencari penghidupan
216

