Page 238 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 238
Masalah Agraria di Indonesia
sendiri,
5. rakyat - orang yang mondok di rumah orang lain dan
hidup dari orang yang dipondoki, dan bekerja untuk
orang yang dipondoki itu.
Di daerah Bantul (Yogyakarta), kuli kenceng (yang mem-
punyai tanah dan pekarangan) yang menjual sawahnya lalu
hanya mempunyai pekarangan saja, menjadi kuli karang ko-
pek (kuli kenceng yang tidak mempunyai sawah; perkataan
karang kopek juga berarti : desa yang tidak mempunyai sawah).
Kalau dia menjual pekarangannya, hanya tinggal mempunyai
sawah saja, menjadi kuli gundul. Kalau hanya menjual peka-
rangannya separo (sebagian), masih tetap menjadi kuli ken-
ceng. Orang yang membeli sebagian pekarangan itu menjadi
kuli gandok. Kuli gandok dapat mewariskan tanahnya kepada
anaknya. Dia membayar separo pajak kepala (dulu), terkadang
kepada kuli kenceng, terkadang langsung kepada Bekel.
Dengan dihapusnya kebekelan dan berdirinya kelurahan
di daerah Yogyakarta tahun 1918 (di daerah itu mulai berlaku
tahun 1920) dan hak tanah rakyat dinyatakan dengan Doimein
Verklaring (Rijksblad 1918 no.16) maka kuli gandok turun
derajatnya menjadi “indung tempel”, atau menjadi kuli ken-
ceng dengan sawah sendiri.
Di beberapa daerah (Jepara, Kudus) “tiyang dunung”
(orang yang mondok) juga berkewajiban menjalankan “pan-
cendiensten” (tungguk, kemitan ) yang dapat dibayar dengan
uang yang dinamakan uang “prancangan”.
Kewajiban desa yang harus dijalankan di antaranya ialah:
jaga gardu, patrol, ronda, memelihara jalan-jalan, pengairan,
membuat bendungan, memelihara halaman lumbung desa,
dan halaman sekolah desa. Kewajiban untuk lurah dan perang-
217