Page 73 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 73
wilayah beserta unit-unit sosialnya, akibat orientasi para penguasa Kutai
Kartanegara yang lebih didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Kondisi
ini menyebabkan Sultan sulit mengontrol secara langsung pemanfaatan
dan penguasaan sumberdaya agraria dalam teritorinya, meskipun sultan
telah mengangkat sejumlah Demang untuk mewakilinya. Seperti
dilaporkan Levang (2002), sejumlah orang Banjar yang datang dan
bermukim di Teluk Ladang (di sekitar kawasan Delta Mahakam) pada
tahun 1930-an merasa perlu meminta izin dari Demang Sungai Tiram
sebelum menetap di kawasan tersebut.
Namun luasnya wilayah teritori kerajaan, menyebabkan banyak
imigran, bahkan kegiatan usaha asing yang menetap/beroperasi dikawasan
yang tidak “tersentuh” aparatur pemerintahan tidak melaporkan
keberadaan mereka. Seperti dialami sejumlah migran Bugis yang menetap
di sekitar kawasan Delta Mahakam sejak akhir abad-19. Meskipun
menjelang kemerdekaan, para petinggi kampung Muara Pantuan
dilaporkan selalu menghadap Sultan Kutai Kartanegara setiap tahunnya
dengan membawa sejumlah setoran pajak uang kepala/belasting. Sebuah
perusahaan Jepang dilaporkan juga membuka usaha penebangan kayu
secara ilegal, karena merasa leluasa beroperasi tanpa meminta izin
konsesi, sehingga terpaksa ditutup dan oleh pemerintah diberikan konsesi
di Sangkulirang pada 1932. Sejak saat itu di wilayah Kerajaan Kutai
Kartanegara setidaknya beroperasi dua perusahaan perkayuan milik
Jepang, Nanyo Ringyo Kabushiki Kaisa di Sangkulirang dan Yamaka di
dekat Delta Mahakam, selain keberadaan penggergajian uap pertama di
Samarinda yang dibangun oleh Gray pada 1895 dan konsesi penebangan
yang diberikan pada NV. Seliman Hout et Landbouw Maatschappij pada
1914 (Departemen Kehutanan, 1986).
Pungutan pajak “warga swapraja” di seluruh wilayah Kerajaan Kutai
Kartanegara secara efektif mulai dilakukan sejak Sultan Aji Muhammad
Alimuddin (1899–1910) berkuasa. Ketika pemerintah kerajaan
memberlakukan UU tahun 1904 yang mengatur kegiatan pengumpulan
pajak, dimana pasal pertamanya berbunyi; ” Mulai dari tahun ini yaitu
1321 H, Kepala Negeri musti menerima uang kepala dari orang-orang
46 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang

