Page 46 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 46
Pendahuluan
tradisional di sisi yang lain. Kombinasi dua hal itulah yang
mencirikan kepemimpinan karismatis Soemotirto, dan faktor
inilah yang menurut Purwanto membuat berbagai gagasan
dan kebijakan Soemotirto ditaati oleh penduduk desa.
Purwanto lebih lanjut menyatakan bahwa program
redistribusi tanah yang dijalankan oleh Soemotirto berhasil
mengubah situasi pemilikan tanah dan sistem hubungan kerja
di Ngandagan. Berkat program tersebut setiap penduduk
mempunyai tanah untuk memenuhi kebutuhannya serta
tercipta “kebersamaan dalam hak milik dan kerja” di
antara mereka. Namun pada saat yang sama, Purwanto
menemukan “ketegangan” antara pemilik tanah yang lama
dengan penduduk yang memiliki tanah karena program
redistribusi; suatu keadaan yang belum mengemuka secara
terbuka pada masa penelitian Wiradi, atau setidaknya
belum disadari oleh Wiradi. Dari pihak pemilik tanah yang
lama ini muncul reaksi keras karena mereka merasa telah
dirugikan dengan adanya kebijakan pemotongan tanah
sawahnya dan penghapusan ikatan tradisional antara pemilik
tanah dengan para petani penggarap yang bekerja padanya
(Purwanto 1985: 49).
Terlepas dari dinamika tersebut, Purwanto dalam
9
tulisannya yang lain (2009) menyatakan bahwa keberhasilan
program redistribusi tanah di Ngandagan memiliki arti yang
penting secara historiografis. Meskipun secara mudah land
reform yang dilakukan oleh Lurah Soemotirto itu dapat
diklasifikasikan sebagai peristiwa lokal, namun ia sebenarnya
9. Tulisan ini adalah Kata Pengantar Bambang Purwanto pada buku
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk... op.cit.
17