Page 39 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 39
26 Aristiono Nugroho, dkk.
Social Action” (1937).
Talcott Parsons (1937) menyatakan bahwa penggunaan
istilah “action” (aksi atau tindakan) pada Teori Aksi dimaksudkan
untuk membedakan teori ini dengan Teori Perilaku, yang meng-
gunakan istilah “behavior” (perilaku atau tindakan yang dilakukan
berulang-ulang). “Aksi” menunjukkan adanya suatu aktivitas,
kreativitas dan proses penghayatan diri individu. Sedangkan
“perilaku” menunjukkan adanya penyesuaian mekanistik antara
perilaku sebagai respon terhadap stimulus (rangsangan) dari
luar. Teori Perilaku mengabaikan sifat kemanusiaan manusia
dan subyektivitas tindakan manusia. Sebaliknya, Teori Aksi
sangat memperhatikan sifat kemanusiaan manusia dan sub-
yektivitas tindakan manusia.
Teori Aksi menyatakan bahwa: Pertama, tindakan manusia
muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek, dan dari si-
tuasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek; Kedua, sebagai
subyek, manusia bertindak atau berperilaku tertentu dengan
maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu; Ketiga, dalam
bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode,
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan;
Keempat, kelangsungan tindakan manusia dibatasi oleh kondisi
yang tak dapat diubah dengan sendirinya; Kelima, manusia
memilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang telah, sedang,
dan akan dilakukannya; Keenam, ukuran-ukuran, aturan-
aturan, atau prinsip-prinsip moral akan timbul pada saat
pengambilan keputusan.
Dengan menggunakan Teori Aksi terbuka peluang untuk
memahami resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di
Desa Karanganyar, dan sekaligus menunjukkan adanya hu-
bungan (relasi) antara Teori Aksi dengan resonansi, yang uraian-

