Page 96 - Konstitusionalisme Agraria
P. 96
Kontribusi Seksi Agraria UGM sangat besar dalam
mempengaruhi falsafah yang mendasari pembentukan UUPA,
terutama pandangan dari Notonagoro, yang memberikan warna
18
filosofis yang kuat terhadap UUPA. Pandangan Notonagoro bahwa
hubungan manusia dengan tanah baik secara individu maupun
kolektif merupakan hubungan yang bersifat kedwitunggalan yang
didasarkan kepada sila kedua Pancasila. Pandangan itu kemudian
tercermin dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) UUPA yang
menegaskan seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air
dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia
dan bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Falsafah tersebut
mendasari bahwa hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah
adalah hubungan “manunggal” atau bersifat “integralistik”. Demikian
pula kemudian dalam hubungan antara pemerintah dan hak-hak
rakyat adalah suatu hubungan yang integralistik yang kesemua
hak rakyat atas tanah baik berupa hak individu maupun komunal
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penguasaan negara
atas semua tanah dan sumber daya alam lainnya yang diwujudkan
dalam hak menguasai negara.
Pada titik inilah gagasan dari Seksi Agraria bertalian dengan
gagasan negara integralistik yang dipromosikan oleh Soepomo
dalam sidang BPUPKI yang pada wujudnya merupakan landasan
bagi konsepsi Hak Menguasai Negara. Menurut Gunawan Wiradi,
konsepsi Hak Menguasai Negara yang terdapat di dalam UUPA
merupakan kontribusi penting dari Seksi Agraria UGM (Wiradi
dalam Simarmata, 2002:xxxvi).
18 Pemikiran Notonagoro tentang Hukum Agraria dapat dilihat dalam buku Politik
Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia. Buku tersebut pertama kali dicetak sebelum
pembentukan UUPA (Notonagoro, 1972)
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 65

