Page 91 - Konstitusionalisme Agraria
P. 91
Sarimin Reksodihardjo, yaitu hak milik dan hak atas tanah kosong
dari negara dan daerah-daerah serta hak atas tanah orang lain yang
disebut magersari; (7) Perlu diadakan registrasi tanah milik dan hak-
hak menumpang yang penting (Harsono, 1999:125-6 bdk. Achdian,
2009:49).
Kemudian Presiden mengganti Panitia Agraria Yogyakarta
tersebut dengan “Panitia Agraria Jakarta” melalui Keputusan
Presiden No. 36 Tahun 1951. Panitia ini masih diketuai oleh
Sarimin Reksodihardjo. Namun setelah Sarimin diangkat menjadi
Gubernur Nusa Tenggara, Ketua Panitia ini diganti dengan Singgih
Praptodihardjo. Wakil ketua panitia adalah Sadjarwo, orang yang
kemudian menjadi Menteri Agraria beberapa tahun kemudian.
Laporan Panitia Agraria Jakarta disampaikan kepada pemerintah
pada 9 Juni 1955 yang pada intinya berisi: (1) Batas minimum
pemilikan tanah seluas 2 hektar. Namun masih perlu ditinjau
hubungan antara luas minimum tersebut dengan hukum adat,
terutama dengan hukum waris; (2) Batas maksimum 25 hektar
untuk satu keluarga; (3) Tanah pertanian kecil untuk Warga Negara
Indonesia (tidak ada pembedaaan antara WNI asli dan bukan asli).
Badan hukum tidak diberi kesempatan mengerjakan pertanian kecil;
(4) Untuk pertanian kecil diterima bangunan hukum: hak milik, hak
usaha, hak sewa dan hak pakai; (5) Hak ulayat disetujui untuk diatur
sesuai dengan pokok-pokok dasar negara.
Hasil dari Panitia Agraria Jakarta itu dapat pula diringkas
menjadi tiga usulan: (1) Dianggap perlu ada pembatasan batas
luas maksimum dan minimum penguasaan tanah; (2) Yang
dapat memiliki tanah untuk usaha tani kecil hanya warga negara
Indonesia; dan (3) Pengakuan hak rakyat atas kuasa undang-
undang (Lutfhi dkk, 2011:12).
Beberapa waktu sebelum Panitia Agraria Jakarta menyampaikan
laporannya tersebut, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo dibentuklah
Kementerian Agraria yang dijabat oleh Menteri Goenawan. Dalam
program kerja kabinet Ali Sostroamidjojo dinyatakan bahwa: “Untuk
memperbaharui perundang-undangan agraria sesuai dengan
kepentingan petani dan rakyat kita, maka kabinet memandang
60 Konstitusionalisme Agraria

