Page 119 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 119
(Ketua Komisi A DPRD), Dian Lestari (Ketua Komisi B DPRD),
beberapa anggota DPRD, serta 30 orang perwakilan warga. Dalam
audiensi ini, warga menyatakan alasan penolakan penambangan
pasir besi dari segi ekonomi dan lingkungan.
Dalam menanggapi aspirasi masyarakat, DPRD berjanji
akan berada di pihak masyarakat, meskipun secara institusi
sejauh ini DPRD belum pernah dilibatkan dalam proses perizinan
penambangan pasir besi. DPRD memang tidak memiliki
kewenangan terkait pemberian izin penambangan. DPRD hanya
berwenang dalam mengontrol kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah. Hal ini ditegaskan oleh Budi Hianto Susanto.
“Kami tidak tahu kalau Januari izin sudah keluar. Karena sesuai
dengan ketentuan, kami tidak dilibatkan di situ. Silahkan
dicarikan dokumen mana, seperti tembusan, bahwa eksekutif,
dalam hal ini Kepala KPPT, yang mengeluarkan izin itu.
Sementara pergolakan terus terjadi di masyarakat, DPRD
Kebumen mulai membahas dua raperda terkait pasir besi setelah
keluarnya IUP Operasi Produksi penambangan pasir besi di
pesisir Kecamatan Mirit. Kedua raperda tersebut adalah tentang
pertambangan mineral dan batubara serta tentang pajak mineral
bukan logam dan batuan. Kedua naskah raperda itu mulai dikupas
DPRD dalam pandangan umum fraksi-fraksi di rapat paripurna
DPRD Kebumen terhadap 13 raperda, Senin 14 Maret 2011. Rapat
tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kebumen, Agus
Kurniawan.
Dari keenam fraksi DPRD Kebumen, satu fraksi, yaitu Fraksi
Persatuan Pembangunan (FPP) secara tegas menolak keberadaan
penambangan pasir besi karena keberadaan lahan pertanian milik
masyarakat. Sedangkan lima fraksi lainnya menyatakan bisa menerima
demi peningkatan pendapatan daerah. Juru bicara Fraksi Partai
94 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik