Page 41 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 41
terbit di The Science Newsletter pada 1935. Martinez-Alier (2002)
mendeinisikan ekologi politik sebagai studi tentang distribusi
konlik ekologi, seperti konlik atas akses, kontrol, sumber daya
alam, sumber penghidupan, dan termasuk biaya kerusakan
lingkungan. Di dalam kajian ekologi politik terdapat konteks
ekonomi, budaya, pengetahuan, dan ekosistem (Escobar 2006: 8).
Kajian ekologi politik meletakkan analisis politik pada
urutan pertama dengan menjelaskan interaksi antara manusia
dan lingkungan, di mana interaksi tersebut terkait dengan
menyebarnya degradasi lingkungan (Bryant 1998: 80, Leff
2012: 5). Berkembang dari kajian ekologi manusia dan sosiologi
lingkungan yang relatif statis, ekologi politik lebih terasa dinamis
karena menghadirkan domain penting dalam analisis ekologi
politik, yaitu relasi kekuasaan politik dan analisis konlik ekologi
(Dharmawan 2007: 22).
Ekologi politik melihat bagaimana kekuatan ekonomi
politik dapat memengaruhi perubahan lingkungan. Konsep
ekologi politik berbeda dengan konsep politik lingkungan. Bryant
dan Bailey (1997) menjelaskan bahwa ekologi politik berfokus
pada penjelasan politik terhadap degradasi dan perubahan
lingkungan. Sementara itu, politik lingkungan merupakan bidang
kajian dalam ilmu politik terhadap masalah-masalah lingkungan,
seperti dampak isu lingkungan terhadap proses politik formal
serta peran negara dalam pengelolaan lingkungan. Kajian politik
lingkungan dianggap lebih teknosentris dibanding ekosentris.
Pendekatan ekologi politik berhubungan erat dengan dua
perspektif (Le Billon 2001: 564). Pertama, bahwa kelangkaan
sumber daya (terutama sumber daya yang dapat diperbaharuhi)
menyebabkan konlik. Kedua, bahwa melimpahnya sumber daya
yang tidak dapat diperbaharui dapat menyebabkan konlik.
Robbins (2004) membagi empat pendekatan ekologi politik.
16 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik