Page 42 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 42

28    Oloan Sitorus

            legalitas  penguasaan  tanah  dengan  aspek  penataan  flsik
            penggunaan  tanah; (c) mampu memecahkan permasalahan
            penatagunaan tanah dalam upaya pelaksanaan rencana tata
            ruang; (d) mampu menghemat pengeluaran pemerintah dalam
            pembangunan  prasarana  dasar;  (e) mampu menggerakkan
            partisipasi  masyarakat  khususnya  dalam  penyediaan  tanah
            miliknya  serta menunjang  pembangunan  yang berwawasan
            lingkungan. 7

                Tantangan  terbesar dalam  konsep  KT yang dianut oleh
            Indonesia adalah, mencari format kerjasama yang sinergis antara
            pelaksana KT dengan pelaksana tindak lanjut pelaksanaan KT
            yang  terpisah  secara kelembagaan.  Sebagaimana  diketahui,
            instansi fungsional yang melaksanakan KT selama ini adalah
            otoritas pertanahan, yang sejak pemerintahan Presiden Joko

            Widodo (2014-2019) diintegrasikan dan ditingkatkan menjadi
            Kementerian  Agraria  dan  Tata Ruang/Badan  Pertanahan
            Nasional  (Kementerian  ATR/BPN). Sementara itu,  yang
            melakukan  tindak  lanjut  pelaksanaan  KT  dalam  bentuk
            pembangunan prasarana  jalan  dan  fasilitas umum  lainnya
            adalah Pemerintah Daerah, dalam hal ini otoritas Pekerjaan
            Umum (PU). Padahal, keberhasilan konsep KT secara optimal
            di Indonesia  adalah  apabila  dilakukan  tindak lanjut KT itu
            sendiri.  Tegasnya,  tanpa  tindak lanjut itu, maka KT  adalah

            sama dengan program atau kegiatan sertipikasi lainnya, yang


            7   Dedi M. Masykur Riyadi, Kebijakan dan Strategi Konsolidasi
                Tanah  dalam   Penataaan  Ruang  Kawasan   Perkotaan,
                Dipresentasikan  pada Diskusi  Terfokus:  “Konsolidasi  dalam
                Penataan Ruang Kawasan Perkotaan,  yang  dilaksanakan
                Bappenas, Jakarta, 2001, hlm. 9, 25.
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47