Page 273 - Mozaik Rupa Agraria
P. 273
yang mengatur pertambangan, dan merupakan hasil paripurna
Gubernur dengan DPRD 22 Juni 2009. 2) versi Gubernur yang
memuat 160 pasal, dengan pasal yang mengijinkan pertambangan
pasir besi, dan tanpa proses paripurna dengan DPRD. Hasil
evaluasi Menteri Dalam Negeri mengacu pada Raperda versi
Gubernur. Sejauh ini, kejanggalan proses ini belum diselesaikan
melalui jalur hukum oleh pihak yang berkepentingan.
Pertanyaan sederhana: mengapa pertambangan pasir besi di
pesisir Kulon Progo terhambat, padahal regulasi telah disesuaikan
oleh pemerintah sehingga proses terkesan sah? Pembebasan tanah
adalah hal yang mendasar yang belum bisa dilakukan terhadap
tanah-tanah hak milik warga, begitu pula tanah swapraja yang
hendak ditambang belum memiliki payung hukum. Dengan
logika hukum lex specialis derogate legi generali, perlu semacam
perundangan khusus yang dapat melegalkan kepemilikan tanah
swapraja dengan mengubah swapraja sebagai Badan Hukum
Kebudayaan sehingga dapat memiliki aset tanah. Tarik ulur antara
pemerintah pusat dan pemerintah propinsi mengenai perlu atau
tidak Rencana Undang-undang Keistimewaan disahkan (saat
tulisan ini diterbitkan, RUUK telah menjadi UU No 13 Tahun 2012);
saat ini meruncing dengan pernyataan pendukung dwitunggal
Sultan-Gubernur: Penetapan atau Merdeka, dalam konteks
mekanisme pemilihan atau penetapan Gubernur yang sebaiknya
diatur di dalam RUUK.
Jika meninjau latar kebudayaan, sejarah pergerakan
(Diponegoro, Ki Hajar Dewantara, Suryopranoto, dan Sultan
HB IX), dan dukungan Swapraja kepada Republik Indonesia
yang masih bayi dengan memilih integrasi padanya, maka
(romantisme) Jogjakarta memang istimewa. Istimewa apanya?
Di rimba ekonomi politik sumberdaya alam, Jogjakarta masih
mencari jawabannya: Jogjakarta untuk Indonesia atau Australia?
260 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang

