Page 401 - Kembali ke Agraria
P. 401
Usep Setiawan
khususnya petani. Menyeruak pertanyaan, bagaimana hubungan
pengusaha, petani, dan pemerintah dalam agenda landreform?
Kucing dan tikus
Dari polemik peran konglomerat dalam pengembangan sektor
pertanian, saya mencatat empat kata kunci yang saling berkelindan:
tanah, pangan, petani, dan pengusaha. Tanah adalah faktor produksi
utama dalam sistem pertanian yang memproduksi bahan pangan.
Selama ini, sempitnya lahan pertanian yang dimiliki/dikuasai petani
jadi soal struktural utama yang belum teratasi. Ketimpangan pemili-
kan dan penguasaan tanah juga jadi sumber ketidakadilan.
Adapun bahan pangan diproduksi oleh sistem pertanian yang
beralaskan struktur agraria. Ketika lahan pertanian menyusut dan
ketimpangan tak teratasi, krisis ketersediaan pangan di depan mata.
Ketahanan pangan sebagai tujuan dari pembangunan pertanian
pada gilirannya sangat tergantung pada ketersediaan lahan pertanian
dan keadilan pemilikan dan penguasaan serta pemanfaatannya bagi
petani.
Petani itu produsen utama pangan. Dari sawah dan ladang
petanilah dihasilkan berbagai bahan pangan yang dibutuhkan manu-
sia. Petani bekerja di atas tanahnya sendiri untuk memproduksi bahan
pangan. Sementara “petani” yang bekerja di atas tanah pertanian
milik orang lain, dengan bagi hasil (petani penggarap) maupun
dibayar upah berupa uang (buruh tani) bukanlah petani sejati.
Dalam konteks pertanian, pengusaha ialah pihak yang menanam
modalnya di bidang pertanian, sebagai penyedia tanah, modal, bibit,
pupuk, dan teknologi (sarana produksi) pertanian. Kalangan pengu-
saha juga berperan kuat dalam distribusi produk pertanian. Pengu-
saha dapat menjadi pengumpul, penyalur, pengolah atau penjual
produk pertanian yang dihasilkan petani.
Selama ini, relasi pengusaha dengan petani ibarat “kucing dan
tikus”, jarang akur. Petani yang mayoritas berlahan sempit dan tergo-
long subsisten, berorientasi mencukupi kebutuhan keluarga sendiri,
382

