Page 45 - Islam dan Agraria: Telaah Normatif dan Historis Perjuangan Islam dalam Merombak Ketidakadilan Agraria
P. 45
kami menghargai hasil tanaman yang telah dilakukannya kepadamu, lalu
kamu berikan harga penghasilan itu kepadanya. Jika engkau mau, maka
dia memberikan harga tanahmu itu dan kemudian uang dari harga tanah
itu diserahkan kepadamu.” 41
Dari sengketa yang terjadi itu, maka Umar bin Khattab ra
menetapkan rambu-rambu dalam mengelola lahan. Umar bin Khattab
ra menghimbau kaum muslimin untuk menghidupkan lahan mati atau
menggarap lahan tidur sebagai cara mendapatkan hak milik, dengan
rujukan hadist Nabi Muhammad saw “Barang siapa yang menggarap tanah
mati yang tidak dimiliki seseorang, maka dia lebih berhak untuknya” (HR.
Bukhari).
Setelah seseorang menghidupkan lahan mati, maka Umar bin
Khattab ra menjaga agar sengketa tidak terjadi lagi di kemudian
hari dengan memberikan syarat-syarat dalam pengaplingan tanah.
Syaratnya adalah bahwa lahan tersebut bukanlah milik seseorang. Beliau
mengatakan “Barang siapa yang menggarap lahan tidur yang bukan milik
seorang muslim atau kafir dzimmi, maka itu menjadi miliknya”. Umar bin
Khattab ra juga memberikan tempo kepada orang yang menelantarkan
tanahnya selama tiga tahun; jika dalam tempo tersebut tidak dikelola,
maka akan menjadi milik orang yang mengelolanya.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda “Orang-orang muslim besekutu
dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api” (HR. Ahmad), maka Umar
berpendapat bahwa pada dasarnya air adalah milik bersama kaum
muslimin. Dengan kondisi Jazirah Arab yang kering, maka air merupakan
hal yang sangat diperebutkan. Tidak jarang sumber air dimonopoli oleh
orang-orang yang berkuasa. Oleh karena itu, Umar bin Khattab ra
mempunyai perhatian yang besar atas hak kaum muslimin terhadap air.
41. Abu Ubaid Al-Qasim, Kitab Al-Amwal, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo
(Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 375.
28 Islam dan Agraria