Page 223 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 223
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
nakan tugas-tugas di bidang agraria di bawah satu pim-
pinan, kepala direktorat provinsi dan kepala sub direktorat
kabupaten/kota. Sebelumnya, Kemendagri sempat
mengeluarkan Keputusan No. 145/1969 untuk mengatur
dan menyamakan antara pusat dan daerah agar bisa sejalan
dengan gagasan penataan pertanahan. Namun, keputusan
itu sebelum bisa dijalankan sudah kembali ditarik oleh
Kemendagri dengan Keputusan No. 88/1972. Tadinya
keputusan sebelumnya mempertahan keberadaan Kantor
Agraria warisan Kementerian Agraria sebelum 1965, na-
mun dengan dicabutnya keputusan tersebut, Kantor
Agraria di daerah menjadi Kantor Direktorat Agraria
Provinsi, Kantor Sub Direktorat Agraria di kabupaten/
kota. Praktis pola pertanggungjawabannya kepada bupati/
walikota setempat (Salim et al., 2014).
Dengan terintegrasinya kantor agraria di daerah, me-
nurut catatan buku Pertanahan dalam Era Pembangunan,
ada banyak kemajuan dan peningkatan dalam hal melan-
jutkan penyelesaian persoalan hak atas tanah, tata guna
tanah, dan pendaftaran tanah. Bahkan yang paling me-
nonjol juga cepatnya pemberian HGU dan HGB, juga
perkembangan hak milik, hak pakai perorangan dan
instansi, serta badan-badan hukum. Peningkatan itu di-
anggap sebagai perkembangan yang menggembirakan
untuk kepentingan pembangunan ekonomi sebagai
bentuk dukungan dari Pelita I Orde Baru (Direktorat Pub-
likasi Ditjen PPG dan Ditjen Agraria, 1982). Dalam per-
spektif ini, kelembagaan agraria mulai menikmati hasil
dari perubahan kelembagaannya dari tujuan utama
187

