Page 308 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 308
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
terbesar ketiga setelah China dan Amerika Serikat (Beech,
2014). Time menyebut pula, Jokwoi dengan pengalaman-
nya sebagai warga biasa tanpa patronase politik elite
dianggap lebih bisa merasakan bagaimana kebutuhan
dasar masyarakat Indonesia, baik sandang, pangan, dan
kesehatan, termasuk persoalan perizinan berusaha besar
maupun kecil yang dianggap penuh dengan persoalan,
lama dan korup (Beech, 2014).
Setelah Jokowi-Jusuf Kalla terpilih, segera membentuk
tim yang kemudian dikenal dengan nama Tim Transisi
(Rumah Transisi) dengan ketua Rini M. Soemarno. Tim
ini yang kemudian bekerja melibatkan banyak pihak dan
menerima masukan berbagai pihak pula untuk menyiap-
kan berbagai hal, termasuk portofolio dan kabinet yang
akan disusunnya (Siregar, 2014). Kesaksian beberapa
aktivis yang diundang untuk terlibat dalam proses-proses
pematangan konsep kelembagaan kementerian (salah
satunya kelembagaan agraria) pasca pemenang pemilu
menunjukkan keseriusan dalam menyusun kelembagaan
dan bentuk kabinet Indonesia 2014-2019. Sebelumnya,
dalam berbagai pertemuan ilmiah tentang kelembagaan
agraria yang beberapa kali penulis ikuti, ada banyak
masukan dan usulan bentuk kelembagaan agraria kede-
pan. Berbagai forum ilmiah yang membahas nasib kelem-
bagaan agraria ke depan, rerata mengusulkan agar kelem-
bagaan agraria (BPN) ditingkatkan menjadi kementerian.
Hal itu karena melihat pengalaman sebelumnya, BPN
sebagai sebuah lembaga dianggap hanya menjalankan
rutinitas semata, tidak menjalankan misi UUPA sebagai
272

