Page 10 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 10
terbentuk dari bangunan-bangunan, arsitektur, dan beragam rupa
warga yang tinggal di dalamnya. Menghilangkan satu bangunan
warisan budaya sama saja mengingkari dan menghapus sejarah kota
itu sendiri, sungguh malang nasib Kota yang katanya “Istimewa” ini.
Ia lupa bahwa pembangunan yang terjadi saat ini perlahan-lahan
akan membunuhnnya.
Berbagai kritik juga dilontarkan lewat mural maupun kata-kata
provokatif agar Pemerintah Kota Yogyakarta sadar akan kesalahan-
kesalahannya, baik yang dilakukan oleh para seniman dengan
jargonnya ‘Jogja Ora Didol’; ‘Jogja Asat’; maupun dengan tagar
#GerakanMembunuhJogja yang juga selalu diteriakkan oleh para
pemerhati lingkungan yang semakin jenggah dengan ulah serakah
para investor. Dalam perkembangannya Pemerintah Kota Yogyakarta
kemudian mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016.
Dalam berbagai kesempatan ternyata terjadi interaksi antar aktor
yang saling mempengaruhi pada saat perumusan maupun pada
saat implementasi dari kebijakan moratorium pembangunan hotel
tersebut dilaksanakan. Penulis mengindikasikan adanya jalinan
kerjasama yang menguntungkan “manunggaling”antara penguasa dan
pengusaha sehingga pada akhirnya kebijakan tersebut “gagal” menjadi
instrumen pengendali pembangunan hotel.
Pada akhir cerita, penulis berusaha memberikan rekomendasi atas
permasalahan yang dihadapi Kota Yogyakarta, agar Jogja ‘seyogyanya’
berhati Nyaman.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Oloan Sitorus, S.H., M.S., selaku
Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional; Bapak Drs. Abdul Haris
Pengantar Penulis ix