Page 9 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 9
Bahwa sejatinya Kota Yogyakarta saat ini sedang sekarat, akibat
pembangunan yang serakah dan mulai merampas ruang hidup dan
hak-hak warga kotanya. Dalam perkembangannya isu utama yang
muncul dari masifnya pembangunan hotel yang terjadi sejak tahun
2012 ini adalah hilangnya hak warga kota atas air tanahnya.
Konflik atas pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah juga
menjadi hal yang mustahil untuk dihindari, ketika setiap jengkal
tanah di perkotaan laksana berlian yang dapat diperjualbelikan
dan diinvestasikan. Ruang tempat masyarakat hidup dan mencari
penghidupan semakin lama mulai tersisihkan, tergantikan oleh ruang
publik yang kaku, angkuh dan tak bisa bebas dimasuki. Terlebih lagi,
belum ada satu pun regulasi yang secara khusus melarang pemilikan
tanah non pertanian di perkotaan melebihi batas maksimum, sehingga
para pemilik modal besar dapat bebas memiliki tanah sebanyak-
banyaknya. Jika dilihat dari aspek pengendalian pemanfaatan ruang
pun, regulasi yang ada, berupa dokumen RTRW maupun RDTR
seakan-akan “mandul”, tidak mampu membendung tingginya alih
fungsi pemanfaatan ruang untuk pembangunan bangunan komersil
di Kota Yogyakarta.Dalih utamanya yakni bahwa Kota Yogyakarta
adalah kota tua yang memang sudah dari dulu pemanfaatan ruangnya
mixed use, sehingga tak heran jika di Kota ini para pelajar sepulang
sekolah bisa langsung ngemall, karena memang tidak ada larangan
pendirian pusat belanja di sekitar lingkungan sekolah ataupun
kampus.
Hanya di Kota Budaya juga lah, terjadi ironi memilukan
sekaligus memalukan. Salah satu bangunan yang tercatat dalam
Bangunan Warisan Budaya dirobohkan tak bersisa, secara ilegal
untuk dialihfungsikan menjadi sebuah hotel, padahal sebuah kota
adalah kumpulan cerita yang terjadi di dalamnya. Tentu pula lah ia
viii JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL