Page 49 - New e-Infotory Book
P. 49
Gothakan
Pesantren pada masa silam, sebagaimana sekarang,
sudah terdapat pula kebiasaan untuk serah-terima atau
pemasrahan anak didik untuk digembleng. Lazimnya,
sebagaimana yang dialami oleh Burham, orangtua ikut
mengantarkan dan meminta izin pada sang kyai untuk
mengikutkan anaknya dalam proses belajar-mengajar.
Tercatat, Mas Pajangswara sampai harus menginap di
Tegalsari selama dua hari dua malam. Setelah
mendapatkan izin dari sang kyai, ia, Burham serta
embannya, Ki Tanujaya, diarahkan ke pondokan untuk
beristirahat.
Hasil Warisan Syekh
Istilah pondok dalam Serat Babad Cariyos merujuk pada
Hasan Besari
tempat pemukiman atau kamar para santri. Di daerah
Ponorogo, pondokan ini dinamakan pula sebagai Gambar 7.19 : Gothakan
gothakan: bangunan terpisah seluas kamar yang Sumber: DokumentasiPribadi
umumnya terbuat dari bambu. Sampai hari ini, tersisa
satu gothakan di Tegalsari yang didirikan di sebelah
Barat rumah Kyai Kasan Besari, yang konon merupakan
pondokan khusus Bagus Burham setelah menjadi santri
alim.
Kebiasaan santri baru di Gebang Tinatar adalah
memperkenalkan diri di hadapan kyai serta santri-
santri yang sudah lebih dulu nyantri. Selepas makan
bersama, dilanjutkan membaca kitab maupun
mendaras al-Qur’an di hadapan kyai, seturut dengan
kemampuannya masing-masing (“kadhawuhan maos
kitab utawi Kuran, miturut punapa kasagêdanipun
piyambak-piyambak”).
Dari nukilan tersebut dapat diketahui bahwa apa yang
kini disebut sebagai “kitab-kitab kuning” rupanya
sudah diajarkan di pesantren, sekira pada awal abad
Gambar 7.20 : Gothakan ke-19. Serat Babad Cariyos mengisahkan kegiatan
Sumber: Dokumentasi Pribadi membaca kitab-kitab kuning dengan istilah “maos
kitab” (membaca kitab).
Peranan Syekh Hasan Besari Dalam Penyebaran Agama 43
Islam Di Ponorogo