Page 7 - P17111194095_Nabilah Agustina Yuniarti
P. 7
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 4, Desember 2017: 233 - 240
pencegahan stunting pra-pubertas tetap harus cukup lebar. Hasil studi di Ghana menyebutkan,
dioptimalkan hingga usia 5 tahun. kemiskinan dan karakteristik wilayah sebagai
penyebab kesenjangan dalam masalah gizi pada
PEMBAHASAN anak balita. Namun demikian, hasil studi dari
22
negara-negara miskin dan sedang berkembang
Di Indonesia, kebijakan Scaling up Nutri- membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara
tion telah diterjemahkan kedalam Gerakan Nasio- laju pertumbuhan ekonomi dengan masalah
nal Seribu Hari Pertama Kehidupan. Mengingat gizi kurang pada usia dini. Dengan demikian
23
masalah gizi merupakan masalah yang memiliki dibutuhkan upaya yang serius dalam penangan
variabel multi faktorial, maka implementasinyapun masalah gizi stunting pada usia dini bahkan dalam
membutuhkan keterlibatan lintas sektor. Studi 1000 hari pertama kehidupan sebagai periode emas
mengenai keberhasilan implementasi kebijakan dalam pencegahan pertumbuhan stunting. 24,25
penurunan masalah gizi melalui berbagai metode Pertumbuhan tidak optimal dalam masa
(sistematik review, kuantitative riset, semi kualitatif janin dan atau selama periode 1000 HPK memiliki
interview, analisis pohon masalah) menunjukkan dampak jangka panjang. Bila faktor eksternal
bahwa implementasi kebijakan penurunan masalah (setelah lahir) tidak mendukung, pertumbuhan
gizi secara global tidak mudah. Setidaknya terdapat stunting dapat menjadi permanen sebagai remaja
delapan kelemahan variabel yang masih menjadi pendek. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
kendala, antara lain: masalah koordinasi yang sulit, bahwa mereka yang memiliki ukuran lebih
strategi yang tidak cukup kuat, minat yang kurang kecil atau stunting ketika lahir, secara biologis
dari stake holders, jaringan antar stake holders memiliki ukuran yang berbeda dari mereka yang
yang tidak kuat, masih lemahnya power dalam lahir dengan ukuran lebih besar. 26-28 Masalah
merekat kebijakan, struktur dalam kolaborasi yang pertumbuhan stunting sering tidak disadari oleh
tidak sama, sumberdaya manusia yang terbatas, masyarakat karena tidak adanya indikasi ‘instan’
tidak terjaminnya ketersediaan anggaran. 17 seperti penyakit. Tumbuh pendek seringkali
Sebagai negara anggota Perserikatan dianggap sebagai pengaruh genetik, padahal
Bangsa- Bangsa, Indonesia telah berkomitmen faktor genetik hanya menjelaskan 15% variasi
untuk turut menurunkan prevalensi stunting dibandingkan faktor gizi. Efek sisa pertumbuhan
29
yang masih menjadi masalah dalam kesehatan dapat menjadi predisposing terjadinya penyakit
Masyarakat. Terbitnya Perpres no. 42/2013 kronik pada usia dewasa; upaya memperbaiki
merupakan salah satu strategi dalam SUN dengan lingkungan pertumbuhan masa janin dapat
melibatkan lintas sektor. Perpres ini menjadi penting sekaligus mengurangi risiko penyakit degeneratif
seperti telah disebutkan dalam berbagai dokumen diusia dewasa. 30,31 Oleh karena itu, penanggulangan
dan penelitian bahwa stunting berhubungan dengan masalah stunting harus dimulai jauh sebelum
kemiskinan, pendidikan rendah, beban penyakit, seorang anak dilahirkan (periode 100 HPK) dan
pemberdayaan perempuan yang masih rendah. 18,19 bahkan sejak masa remaja untuk dapat memutus
Prevalensi stunting yang cukup stagnan rantai stunting dalam siklus kehidupan.
selama lebih dari lima tahun di Indonesia tidak
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan KESIMPULAN
pembangunan yang semakin membaik. Secara
teoritis kemiskinan dituduhkan sebagai penyebab Untuk mencegah masalah stunting
mendasar masalah gizi. Studi di Bangladesh dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan saling
20
menunjukkan hubungan kemiskinan dengan terintegrasi. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun
masalah gizi kurang dan buruk ditemukan pada 2013 harus disikapi dengan koordinasi yang kuat
ibu yang buta huruf, pendapatan rumah tangga di tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang
yang rendah, memiliki saudara kandung yang lebih jelas di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga
banyak, memiliki akses pada media yang lebih pelaksana ujung tombak. Diseminasi informasi
rendah, asupan gizi yang lebih buruk, serta sanitasi dan advocacy perlu dilakukan oleh unit teknis
dan kesehatan lingkungan yang lebih rendah. kepada stake holders lintas sektor dan pemangku
21
Namun demikian, kesenjangan pembangunan kepentingan lain pada tingkatan yang sama. Untuk
antar wilayah di Indonesia tampaknya berpengaruh jajaran struktural kebawahnya perlu dilakukan
terhadap disparitas prevalensi stunting yang knowledge transfer dan edukasi agar mampu
238

