Page 6 - SUJUD SAHWI
P. 6

b.  Kekurangan sesuatu dari yang disebutkan tadi, maka ia melakukannya kembali lalu

           melakukan sujud sahwi.


           Adanya kekurangan dalam rukun shalat


           Yaitu lupa sehingga kurang dalam rukuk, sujud, berdiri, duduk, begitu pula lupa membaca
           surah  Al-Fatihah,  maka  ia  kembali  melakukannya  karena  yang  disebutkan  ini  adalah

           rukun. Rukun tidaklah gugur dengan sekadar sujud sahwi, tetap rukun tersebut kembali
           dilakukan. Walaupun tetap  ada sujud sahwi dalam kasus ini, di mana dilakukan  bakda
           salam  karena  ketika  sudah  melakukan  rukun  tersebut,  ia  telah  melakukan  suatu

           penambahan dalam shalat.
           Dalilnya hadits dari Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya HADITS KEDUA


       c.  Meninggalkan salah satu wajib shalat dalam keadaan lupa.

           Adanya kekurangan dengan meninggalkan wajib shalat

           Contohnya adalah meninggalkan tasyahud awal dan duduknya. Ini termasuk naqsh
           (kekurangan)  dalam  shalat.  Solusinya  adalah  ditutup  dengan  sujud  sahwi  yang
           dilakukan  sebelum  salam.  Dalil  masalah  ini  adalah  hadits  dari  ‘Abdullah  bin

           Buhainah:  “Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  pernah  melaksanakan  shalat
           Zhuhur  namun  tidak  melakukan  duduk  (tasyahud  awal).  Setelah  beliau

           menyempurnakan  shalatnya,  beliau  sujud  dua  kali,  dan  beliau  bertakbir  pada
           setiap akan sujud dalam posisi duduk sebelum. Beliau lakukan seperti ini sebelum
           salam.  Maka  orang-orang  mengikuti  sujud  bersama  beliau  sebagai  ganti  yang

           terlupa dari duduk (tasyahud awal).” (HR. Bukhari, no. 1224 dan Muslim, no. 570)


       d.  Ragu-ragu adanya penambahan atau pengurangan.

                 Ragu-ragu (syakk)  yang dimaksudkan di sini adalah  bimbang ada atau tidak

           adanya sesuatu dan kondisinya sama, atau ada yang bisa dikuatkan. Ini pengertian


           fuqaha. Sedangkan ragu-ragu (syakk) menurut ulama ushul adalah ada atau tidak
           adanya  dinilai  sama.  Sedangkan  kalau  bisa  dikuatkan  disebut  sangkaan  kuat


           (zhann), sedangkan yang lemah disebut marjuh.
                 Jika keragu-raguan itu terlalu banyak pada orang yang sedang shalat, maka


           tidak perlu dipedulikan. Jika tidak demikian, maka ada dua keadaan:
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10