Page 17 - Konflik Bersejarah Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorino) (Z-Library)
P. 17
7
dan terbuka seperti saat itu. Seperti yang dikatakan oleh RAPUH
seorang tawanan, ”Jadi dapat dimengerti apabila pada
waktu itu pamor orang kulit putih telah mendapatkan ANG
pukulan yang menghancurkan dan tidak akan dapat
diperbaiki lagi … Bahwa mereka adalah orang kulit putih,
orang Jerman atau Belanda, bukanlah soal bagi mereka, K OLONI Y
serdadu-serdadu Ambon itu”.
Lalu, bagaimana orang Indonesia menyingkapi keadaan
di atas?
Pada mulanya, para pemimpin Indonesia, baik yang
men jadi anggota Volks raad (dewan perwakilan) maupun
para pemimpin nasionalis yang dibuang pemerintah Belan-
pustaka-indo.blogspot.com
da, menyatakan kesetiaan mereka serta mem berikan du-
kungan terhadap peperangan melawan Jerman. Di an tara
me reka terdapat pengkritik pemerintah kolonial paling
sengit, dr. Tjipto Mangoen koesoemo, yang dalam pem-
buangannya di Makassar memimpin demonstrasi di depan
gubernur Sulawesi untuk menyatakan duka cita sekaligus
kesetiaan terhadap pemerintah Belanda dalam menghadapi
bencana ”Nasional” yang sedang terjadi. Memang pada
masa itu terdapat sentimen anti-Nazi dan anti-fasis yang
kuat di kalangan kaum pergerakan Indonesia, yang ka-
dang kala mengalahkan sikap anti-kolonial mereka. Hal
itu sendiri tidak terlepas dari pandangan rasisme yang
diagung-agungkan Hitler dan pengikutnya mau pun kenya-
taan dari sikap kejam fasisme yang menindas segala ben-
tuk oposisi—sementara, hingga batas-batas tertentu, pe-
me rintah kolonial mem berikan toleransi terhadap sikap
oposisi. Selain itu, Vlammend Protest, pro tes bersemangat
dari Ratu Wilhelmina terhadap penyerangan Jerman,
meng getarkan hati banyak orang Indonesia, yang pada
dasarnya juga memiliki perasaan sentimental terhadap
Negeri Belanda dan melihatnya sebagai sebuah negara ke-
cil yang diserang oleh negara besar.
001/I/15 MC