Page 20 - Konflik Bersejarah Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorino) (Z-Library)
P. 20
10
R
Pemikiran Colijn tersebut mendapatkan pijakan kuat
ketika anak didiknya, Jhr. de Jonge, ditunjuk sebagai
gu bernur jenderal Hindia Belanda pada tahun 1931. De
Jonge, yang pernah menjabat sebagai menteri peperangan
UNTUHNY
dan direktur Royal Dutch Shell, menerapkan pemikiran
Colijn di wilayah jajahan secara bodoh dan kasar sekali,
sesuai dengan sifat pribadinya. Pergerakan nasional sama
sekali tidak dianggap oleh Gubernur Jenderal tersebut,
yang dengan angkuh menyatakan bahwa ”Belanda berada
di sini (Hindia Belanda) selama 300 tahun lagi ... bila perlu
dengan pedang dan pentung.”
A HINDIA BELAND
A
Di bawah slogan bahwa apabila orang Indonesia diberi
”deriji maka se luruh tangan akan diminta” maupun ”mereka
belum matang dan belum si ap untuk itu!”, Politik Etis
Belanda digantikan oleh kebijakan yang menge depankan
Rust en Orde (keamanan dan ketertiban) karena kebijakan
sebelumnya dianggap memberikan angin terhadap kaum
pergerakan nasional yang semakin anti-Belanda.
Pada dasawarsa 1930-an, Hindia Belanda semakin men-
jadi sebuah ”ne gara polisi”. Dengan menggunakan hak-
hak exorbitant gubernur jenderal, penguasa kolonial dapat
mengasingkan setiap orang dari wilayahnya yang dianggap
membahayakan keamanan dan ketertiban. Banyak tokoh
nasionalis Indonesia yang dikirimkan ke tempat-tempat
peng asingan, seperti Digul di Papua, Bangka, Belitung,
atau tempat-tempat tinggal tertentu. Pada dasawarsa itu,
paling tidak ada sekitar 400 orang tawanan politik yang
disekap atau diasingkan oleh pemerintah kolonial. Dalam
suasana penindasan ”preventif” ini, dapat dimengerti bah-
wa dasawarsa 1930-an merupakan tahun-tahun sepi dari
pergerakan nasional. Namun hal itu tidak berarti bahwa
pergerakan nasional mati melainkan hanya bersikap le bih
moderat dalam perjuangannya, terutama dengan meng-
gunakan saluran Volksraad.
001/I/15 MC