Page 198 - Mereka yang dikalahkan Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 198
172 M. Nazir Salim
Pilihan-pilihan kebijakan petani pasca konflik dan sebelumnya
diawali dengan meningkatnya eskalasi dan ketegangan memang
akan mudah menghasilkan kesepakatan baru yang dipertimbangkan
sebagai pilihan rasional. Hal itu yang selalu disebut berupaya
membangun resolusi antara dua pihak yang bersitegang/konflik.
Secara teori, kasus Pulau Padang memenuhi apa yang disebut
dengan konflik. Pra konflik terjadi di awal-awal dengan munculnya
aksi-aksi protes sebagai perwujudan resistensi warga terhadap
kehadiran RAPP. Eskalasi meningkat dan berujung pada konfrontasi
yang terjadi beberapa kali, sampai fase puncak yakni krisis antara
keduanya. Akibat dari semua tindakan di atas banyak kerugian
20
yang dialami dari dua belah pihak, masing-masing saling klaim
kerugian yang dialami akibat konfrontasi dan krisis yang panjang.
Korban berjatuhan, ekonomi sakit, beberapa hubungan di dalam
keluarga mengalami persoalan, di antara mereka ada juga yang stress
berat, jiwanya terganggu, bahkan terancam perpecahan hubungan
antar keluarga.
Saat ini Pulau Padang sudah melewati semua fase (pra konflik,
konfrontasi, krisis, dan pasca konflik), dan sejak pertengahn 2013
masuk periode pasca konflik. Pada periode itulah fakta di atas
muncul sebagai bagian dari peristiwa-peristiwa panjang sebelumnya,
yakni pasca konflik yang menghasilkan negosiasi menuju resolusi.
Sebenarnya, periode pasca konflik cukup rawan, karena meredanya
konflik berpotensi dimainkan oleh aktor-aktor yang berdiri baik pada
dua sisi maupun satu sisi. Kesepakatan menuju negosiasi bagian dari
kehendak sebagian besar warga Pulau Padang, tetapi di dalam masa
negosiasi dan pasca negosiasi potensi pihak-pihak (aktor tertentu)
memainkan peran tidak bisa dikontrol, karena turunnya ketegangan
20 Simon Fisher, dkk., Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi untuk
Bertindak, Zed Book, 2000, hlm. 20.