Page 199 - Mereka yang dikalahkan Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 199
Mereka yang Dikalahkan 173
selalu diikuti dengan lobi-lobi dan munculnya para “pemain”. Dan
21
sinyalemen itu penulis dapatkan dari pertemuan dengan beberapa
warga Pulau Padang. Tuduhan bermain di dua kaki (di pihak petani
sekaligus perusahaan) oleh sesama warga terjadi dan kecurigaan
yang terus diproduksi sebagai bagian dari isu-isu yang berkembang
selalu muncul. Belum lagi persoalan pilihan politik dan ekonomi
masing-masing menjadi bagian tuduhan yang sulit dihindari.
Menurut Rinaldi, pilihan negosiasi memang sudah pernah
dibicarakan sebelumnya, hal ini juga merespons permintaan Riduan
agar warga tenang dan diam lebih dahulu, jangan melakukan aksi-
aksi yang akan membahayakan para petani. Pilihan negosiasi juga
bijak dan arif untuk melihat dan merefleksikan perjalanan panjang
aksi yang selama ini dilakukan. Akibat aksi baik dampak langsung
maupun tidak cukup nyata terlihat, terutama tentang jati diri warga
petani Pulau Padang. Yang paling mahal dari semua proses itu adalah
kesadaran petani akan hak-hak mereka serta kemampuan warga
untuk mengorganisir diri dan kelompoknya. Sekalipun mereka
semua sepakat tuntutan mengusir RAPP dari Pulau Padang gagal,
namun ada banyak pelajaran yang bisa diambil, bahwa “di negara
pemurah dan budiman ini, memepertahankan tiap jengkal tanah
harus dengan darah dan air mata, dan itu penuh dengan resiko,
termasuk resiko gagal mempertahankan tanahnya.
Kalau ukuran kongkrit yang diminta atas pertanyaan pokok,
apakah hasilnya bagi masyarakat Pulau Padang yang selama tiga
tahun lebih berjuang, melakukan aksi dan melawan mulai dari “Lukit
hingga Tebet Raya-Jakarta”? Jika ukurannya adalah pengusiran RAPP
dari Pulau Padang, maka jawabannya singkat, “kami gagal”, karena
hanya berhasil menunda perampasan beberapa saat, bukan mundur
dan pergi. Akan tetapi jika sepakat dengan pernyataan bahwa
21 Simon Fisher, dkk., Op.Cit., hlm 20-22.