Page 22 - Buku Keterbacaan
P. 22
Materi
A. Pengertian Formula Keterbacaan Fry
Dalam bab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa faktor yang
mempengaruhi tingkat keterbacaan wacana ada dua hal, yaitu a)
panjang pendeknya kalimat, 2) tingkat kesulitan kata. Semakin
panjang kalimat akan semakin sulit pemahamannya, begitu juga
sebaliknya. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
(1). Perempuan itu menyukai adikku.
(2). Perempuan yang berbaju biru yang duduk di sebelah lelaki yang
berkacamata itu menyukai adikku yang memiliki banyak koleksi
buku.
Kalimat nomor (2) adalah perluasan dari kalimat nomor (1).
Karena memiliki banyak perluasan, tentu saja kalimat nomor (1) lebih
mudah dipahami dari pada kalimat nomor (2). Faktor-faktor seperti
tersebutlah yang menjadi tolak ukur beberapa formula keterbacaan,
seperti formula fry.
Formula keterbacaan Fry diambil dari nama pembuatnya yaitu
Edward Fry. Formula ini mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam
majalah Journal of Reading (Akhmad dan Yeti, 1996:113). Grafik fry
merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan pengefisienan
teknik penentuan tingkat keterbacaan. Dalam pengukurannya,
formula fry menggunakan alat bantu berupa grafik untuk melihat
tingkat keterbacaan. Namun karena alat tersebut diciptakan untuk
mengukur wacana bahasa inggris, maka pemakainnya untuk wacana
bahasa Indonesia harus disesuaikan.
B. Penggunaan Formula Keterbacaan Fry
Salah satu cara untuk menghitung keterbacaan adalah dengan
menggungakan formula fry. Penggunaan formula ini bisa diterapkan
untuk teks sederhana pendek, teks panjang, dan teks sangat singkat.
Berikut ini akan dibahas satu-persatu.
16 17
Formula Keterbacaan Fry Bahan Ajar Keterbacaan