Page 6 - PERTEMUAN 5 (AGAMA KATOLIK)
P. 6
intoleran atau tidak toleran cenderung menggunakan cara-cara kekerasan,entah melalui teror,
penganiayaan, pengrusakan fasilitas rumah ibadat. Mereka berpikir bahwa seolah-olah kelompok
mereka yang paling benar.
c. Salah satu alasan terjadinya bentrokkan antar suku ialah bahwa ada suku/daerah atau
pemeluk agama tertentu merasa diperlakukan secara tidak adil. Jika orang, suku, etnis,
atau pemeluk agama tertentu diperlakukan secara tidak adil, maka akan muncul semangat
primordialisme dan fanatisme suku atau agama, yang dapat menjurus kepada tuntutan
untuk memisahkan diri dari suatu lembaga, bahkan negara. Misalnya:Ketidakadilan di bidang
politik dan ekonomi, mungkin juga budaya yang secara berlarut-larut terjadi di beberapa wilayah
konflik dapat memunculkan bahaya disintegrasi bangsa
d. Tuhan menciptakan kita berbeda, bukan agar kita terpecah belah. Tapi kita sendiri yang membuat
perbedaan itu menjadi kelemahan, dan membuat kita terpecah belah. Dahulu, para pejuang
kemerdekaan dari berbagai macam suku serta agama bersatu demi kemerdekaan Indonesia.
Meskipun berbeda suku, berbeda agama, kita harus bersatu. Semboyan Indonesia adalah
Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
3. Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang Keanekaragaman dan Kesatuan suatu bangsa
a. Ajaran Kitab Suci
1) Pada saat Mesias datang, bangsa Yahudi sudah dijajah oleh bangsa Romawi, karena mereka
lemah dan terpecah belah. Ketika Yesus ingin mempersatukan mereka dalam suatu Kerajaan
dan Bangsa yang baru yang bercorak rohani, Yesus mengeluh bahwa betapa sulit untuk
mempersatukan bangsa ini. Mereka seperti anak-anak ayam yang kehilangan induknya .
2) Sikap Yesus waktu Ia hidup di dunia ini terhadap keanekaan dari bangsanya:
Yesus berusaha untuk menyapa suku yang dianggap bukan Yahudi lagi seperti orang-orang
Samaria, seperti: sapaan dan dialog Yesus dengan wanita Samaria sumur Yakob.
Bagi orang Yahudi, orang Samaria adalah orang asing, baik dari sisi adat-istiadat maupun
agamanya. Dalam praktek hidup sehari-hari pada zaman Yesus, antara orang Yahudi dan
orang Samaria terjadi permusuhan. Orang Yahudi menganggap orang Samaria tidak asli
Yahudi, tetapi setengah kafir. Akibatnya, mereka tidak saling menyapa dan selalu ada
perasaan curiga. Bagi Yesus siapa pun sama, perempuan Samaria bagi Yesus adalah
sesama yang sederajat. Yesus tidak pernah membedakan manusia berdasar atas
suku,agama, golongan, dan sebagainya. Di mata Tuhan tidak ada orang yang lebih
mulia atau lebih rendah. Tuhan memberi kesempatan kepada siapa pun untuk
bersaudara. Tuhan menyatakan diri-Nya bukan hanya untuk suku/golongan tertentu,
tetapi untuk semua orang.
b. Ajaran Gereja
“Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang,bila terhadap orang-orang
tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara.
Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya
begitu erat, sehingga Alkitab berkata: “Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah”
(1Yoh 4:8). Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan
mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan
manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap dikriminasi antara orang-
orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama,
sebagai berlawanan dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para
Rasul kudus Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya
bila ini mungkin “memelihara cara hidup yang baik diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr
2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[13], sehingga
mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga”. (NA.5)
Allah, yang sebagai Bapa memelihara semua orang, menghendaki agar mereka semua
merupakan satu keluarga, dan saling menghadapi dengan sikap persaudaraan. Sebab mereka
semua diciptakan menurut gambar Allah, yang “menghendaki segenap bangsa manusia dari satu
asal mendiami seluruh muka bumi” (Kis 17:26). Mereka semua dipanggil untuk satu tujuan yang
sama, yakni Allah sendiri. Oleh karena itu cinta kasih terhadap Allah dan sesama merupakan
perintah yang pertama dan terbesar. Kita belajar dari Kitab suci, bahwa kasih terhadap Allah tidak
6