Page 3 - WARTA 09 MARET 2025
P. 3
Sudahkah kita melakukan firman Tuhan yang kita dengarkan Minggu lalu..??
Minggu 02 Maret 2025
RINGKASAN KHOTBAH
D e n g a r k a n l a h D i a y a n g D i m u l i a k a n
Dengarkanlah Dia yang Dimuliakan
LUKAS 9:28-36
L U K A S 9 : 2 8 - 3 6
“Lebih baik di sini, Rumah kita sendiri. Ketika iman kita dipaksa untuk
Segala nikmat dan anugerah yang kuasa… “berkemah”, kita akan tunduk pada
Semuanya ada di sini…” merupakan kemuliaan Tuhan dan menyadari bahwa
penggalan lagu yang sering kita nyanyikan. memang hanya Tuhan sajalah yang patut
Kita senang berada dalam rumah kita, kita dengarkan serta ikuti dalam perjalanan
meskipun kita harus akui orang lain mungkin hidup ini. Pada tahun 1800an, Solomon
memiliki rumah yang lebih baik daripada Northup hidup sebagai orang kulit hitam
kita. Perasaan ini mengandung rasa syukur, yang bebas. Namun, ia diculik dan dijual
kebahagiaan, kelegaan tetapi juga menjadi budak (memang orang kulit hitam
keterikatan pada tempat yang aman dan
stabil itu. Itulah rumah. Berbicara tentang biasanya diperbudak karena adanya hukum
iman, kita pun berbicara tentang “rumah”. Apartheid saat itu). Selama 12 tahun
hidupnya, ia harus hidup sebagai “Platt”
Pada minggu transfigurasi Yesus Kristus yang jauh dari keluarganya dan harus
kita hendak merenungkan kembali bekerja tanpa kebebasan. Tadinya, ia masih
keimanan kita lewat bacaan dasar. Dalam memikirkan dirinya sendiri dengan segala
bacaan kita, Yesus Kristus menggenapi “rumah”-nya yang lama, hingga suatu ketika
Hukum Taurat (yang diwakili oleh Musa) dan ia menyadari bahwa sebagai budak, orang-
Pesan Kenabian (yang diwakili oleh Elia) orang kulit hitam lainnya selalu hidup
dalam wujud dan hakikat-Nya yang mulia itu. “berkemah”. Ia juga menyadari bahwa pada
Yang menarik dari kejadian ini adalah ketika
Petrus tetiba terdorong untuk menyediakan titik terendah, para budak itu selalu memuji
“kemah” bagi Yesus, Musa dan Elia. Jarang Tuhan dan mendengarkan Firman-Nya
diketahui bahwa dorongan ini erat kaitannya dengan setia. Setelah ia bebas dari
dengan Hari Raya Tabernakel atau Hari Raya perbudakan, ia menyadari bahwa kehidupan
Pondok Daun yang saat itu terjadi bagi umat “rumah”-nya yang stabil dan konstan itu
Yahudi. Perayaan terakhir dari tujuh harus diubah menjadi “kemah” yang
perayaan besar ini adalah salah satu menuntunnya menjadi salah satu
perayaan yang mengingatkan penyertaan abolisionis (pejuang penghapus budak)
Tuhan bagi umat Yahudi pada masa 40 seumur hidupnya, hingga pada akhirnya ia
tahun perjalanan mereka di padang gurun. menghilang tanpa jejak karena
Iman yang “berkemah” berbeda dengan perlawanannya itu. Dari kisah kehidupannya
iman yang hanya ingin menetap, settle dan ini, kita perlu betul-betul mendengarkan
konstan (tidak berubah). Ketika iman diajak Tuhan yang dipermuliakan itu dengan cara
untuk “berkemah”, ia akan terus berada menundukkan diri pada jalan-jalan-Nya yang
dalam embara atau perjalanan panjang. mungkin terjal dan tidak mudah, tetapi Ia
Dalam perjalanan panjang seperti yang akan selalu menyertai kita.
dilakukan umat Israel pada masa 40 tahun
di padang gurun, mereka belajar terus untuk
(Tria)
mengandalkan Tuhan. (Tria)

