Page 51 - Buku Peringatan HUT 55 GKI Beringin & Penahbisan Pendeta
P. 51
A Good Life of Trianake by A Good God: An Autobiography
Samar-samar saya mengingat sosok pendeta yang berdiri di sebuah panggung
besar penuh cahaya. Banyak orang didoakan malam hari itu, saya terkesima dan
begitu kagum, meski sekarang saya tidak tahu siapa dia dan bagaimana wajahnya
karena begitu jauh. Setelah itu, kami pulang tengah malam suntuk. Saya masih sangat
kecil, mata saya masih setinggi pinggang Mama. Mama yang mengajak dan membawa
saya pada malam-malam seperti itu. Mama diajak temannya untuk mengikuti acara
yang kemudian saya kenal dengan Kebaktian Kebangunan Rohani atau KKR di kota
Jakarta. Tidak heran, semenjak saya kecil, cita-cita saya adalah seorang pendeta.
Beranjak remaja, saya seperti dipersiapkan untuk menjadi seorang pendeta. Mulai
dari kecintaan yang tak tergambarkan tentang Sekolah Minggu, Kebaktian Remaja
dan kegiatan-kegiatan gereja. Semua masih tampak mempesonakan dan
mengagumkan.
Terdapat titik Fascinosum et Tremendum, “kekaguman bersamaan dengan
ketakutan” yang saya alami di dalam pelayanan saya di gereja. Saya berdiri
menawarkan pelayanan bagi para remaja, tetapi dari ratusan remaja yang ada, tidak
ada yang menyambut. Saya tidak bersedih, melainkan heran dan gentar, mengapa
tidak ada yang terpanggil untuk melayani di gereja meski mereka setia mendengarkan
Firman Tuhan dan tahu bahwa pengikut Kristus harusnya melayani? Inilah
pertanyaan yang membuat saya semakin mantap untuk menjadi seorang pendeta.
Saya begitu yakin dengan panggilan ini hingga menjelang penerimaan Mahasiwa di
berbagai Universitas, saya hanya mendaftarkan diri ke jurusan Teologi sebagai Kader
GKI. Nekat benar memang. Namun, saya menganggap bahwa hidup saya seutuhnya
adalah untuk Tuhan. Menurut saya, Tuhan setuju dengan panggilan ini dan membuka
jalan-Nya bagi saya. Lalu, saya pun masuk ke Universitas Kristen Duta Wacana pada
tahun 2014, menemui menu makanan iman yang saya idamkan selama ini yakni
Spiritualitas dan Religiositas. Selain itu, saya pun sangat menikmati slow paced life
Yogyakarta yang membuat saya sedikit anti dengan gaya hidup Jabodetabek, tempat
kelahiran saya sendiri. Kehidupan pelayanan pun tidak berhenti, melainkan malah
semakin menggairahkan. Tuhan memberi saya banyak kesempatan untuk mengenal
diri, parut diri, potensi, kekurangan, sesama manusia, alam semesta dan berbagai hal
baru di masa-masa ini.
Setelah melalui proses kaderisasi yang cukup panjang, Tuhan memanggil dan
menempatkan saya di kota Semarang, tepatnya di jemaat GKI Beringin. Mendengar
pemanggilan ini, saya sungguh mengucap syukur, Tuhan mau memakai saya dan
menantang saya untuk menyesuaikan diri di tempat ini. Hari-hari pasca pandemi
Covid-19 tidaklah mudah bagi seluruh jemaat GKI, tak terkecuali GKI Beringin.
Tetapi, dengan tetap penuh syukur saya dan umat bersama-sama diproses oleh
Tuhan bagi kemuliaan-Nya, bagi Kerajaan-Nya. Bantuan dari para mentor Pendeta
dan Majelis Jemaat juga membuat saya semakin memantapkan langkah menjadi
seorang pendeta. Saya pun menemui kecintaan saya terhadap khotbah dan teologi
semakin dalam di tempat ini.
Pada masa-masa yang tidak mudah, saya selalu mengulang kembali pembacaan
Matius 6: 25-34. Kata, “jangan khawatir” menjawab segala kebingungan saya sebagai
seorang pemikir yang cukup keras. Prioritas untuk “mencari Kerajaan Allah” juga
menjadi kekuatan bagi saya dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan.
HUT 55 GKI BERINGIN | 48