Page 64 - Ebook - Peneguhan Pdt Henny
P. 64

~ Pdt. Karsten Anyndia Putrikasih (GKI Purbalingga) ~

                       Entah  sudah  berapa  kali  ilustrasi  ini  dipakai  ketika  memaknai  the
         God’s  Little  Pencil.  Namun,  menjadi  tak  lengkap  untuk  menyampaikan
         kesan  dan  pesan  terhadap  kehadiran  Pdt.  Henny  (yang  saya  panggil
         dengan sebutan Kak Henny) tanpa ilustrasi ini.
                         Jika    pensil    (kecil)    bisa    berbicara,    mungkin  ia  akan  mengatakan:
         “cukup,  jangan  sering  di-raut,  itu  menyakitkan”.  Namun,  bukankah
         seharusnya  pensil  itu  perlu  di-raut  agar  tetap  berarti  (baca:  bisa  dipakai
         dengan  baik)  ketika  dirinya  sudah  tumpul?  Demikian  dengan  kehidupan
         manusia.  Untuk  menjadi  berarti  atau  merasakan  hidup  yang  berarti,
         terkadang  kita  perlu  menempuh  proses  di-raut  atau  dipertajam  dengan
         pengalaman  yang  tak  mudah.  Itu  menyakitkan  dan  kalau  boleh  memilih,
         lebih  baik  dihindari.  Sayangnya  tidak  bisa.  Proses  di-raut  perlu  menjadi
         satu paket kehidupan yang berarti.
                         Beberapa  tahun  silam,  di  awal  perjumpaan  saya  dengan  Kak  Henny
         sebagai  mentor,  saya  sedang  ada  dalam  “proses”  itu  –  proses  rautan  yang
         menyakitkan  hingga  seperti  menjadi  pensil  kecil  itu.  Namun,  seorang  Ibu
         sekaligus  Kakak  meneguhkan  saya  dengan  tanda  salib  yang  dibuatnya  di
         tangan  saya  sembari  diperkuat  dengan  nyanyian  KJ  457  “Ya  Tuhan  Tiap
         Jam”.  Tanda  itu  pun  meneduhkan  dan  meneguhkan  seorang  pemudi
         dengan  segala  duka  dan  ketakutan  yang  dirasakannya.  Di  tengah  waktu
         berjalan,  justru  tanda  itu  menjadi  salah  satu  pengingat:  walau
         menyakitkan,  tetapi  dalam  proses  rautan  itu,  dirimu  tidak  sendiri.  Ada
         Yesus yang ikut memikul “salibmu”. Pengalaman demi pengalaman “diraut”
         pun  dilalui  dalam  ramai  sekaligus  keteguhan  karena  ingatan  (tanda)
         tersebut.  Hingga  akhirnya  (walaupun  masih  tetap  dalam  proses)  turut
         membentuk  the  other  God’s  Little  Pencil.  Dari  mentormentee  menjadi
         kolega yang sama-sama dipercaya menjadi the God’s Little Pencil.
                     Untuk  Kak  Henny,  entah  seberapa  sering  dan  menyakitkan  proses
         “diraut”  yang  sudah  dilalui  kakak,  tetapi  terima  kasih  karena  bersedia
         menjadi  pensil  kecil  yang  turut  menulis  cerita  berarti  di  lembaran
         kehidupan  orang  lain,  termasuk  bagisaya  (terkhusus  di  masa  menjadi
         mentee  dari  masa  calon  pendeta  hingga  menjadi  kolega  di  GKI  Klasis
         Purwokerto). Terima kasih juga sudah meninggalkan salib dalam kenangan
         yang  mengingatkan  bahwa  sekalipun  di-raut  itu  tidak  mudah  dan
         menyakitkan,  tetapi  ada  Yesus  yang  menemani  karena  kita  adalah  pensil-
         Nya.
                     Untuk  perjalanan  ke  depan  yang  akan  dilalui  dengan  segala  warna-
         warninya,  selamat  dan  semangat  menjadi  pensil  kecil  yang  dimiliki  dan
         ditemani  oleh-Nya.  Semoga  makin  banyak  cerita  berarti  yang  dituliskan
         oleh Kak Henny bersama-Nya.







     62   God’s Little Pencil
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68