Page 11 - Cerita dari Suku Baduy
P. 11
Aku menggeliat, mematikan gim sebentar lalu bangun melihat ke arah Paman Ajo.
“Ayooo, berani tidak menaklukkan tantangan Paman?”
“Ke mana?”
Paman Ajo tersenyum lebar. “Ke Baduy,” jawabnya sambil memainkan alis.
“Hmmm kalau cuma ke Baduy sih kecil, dapat apa kalau aku mau?”
“Ada deh!” balasnya.
“Tapi ada syaratnya,” jawabku tak mau kalah.
Paman Ajo memanjangkan lehernya sambil mengatakan. “Apa?”
“Boleh bawa ponsel,” jawabku sambil tertawa.
Spontan Paman Ajo menepuk dahinya. “Ponsel lagi, ponsel lagi. Iya deh boleh ... boleh
hihihi.”
“Memang Paman pergi ke Baduy kapan lagi? Kan itu rempah-rempahnya baru datang.”
“Paman janji ke sana lagi bulan depan, banyak barang yang Paman pesan. Mereka
butuh menjual barang, dan Paman butuh barangnya.”
“Sim ... sim ... simbiosis mmm.”
“Simbiosis mutualisme,” sahut Paman Ajo.
“Nah itu, kok aku sampai lupa heheh.”
Aku pun sepakat akan menerima tantangan Paman Ajo yang berjanji akan mengajakku
ke Baduy satu bulan lagi.
Menjelang kepergian kami ke Baduy, hampir setiap hari Paman Ajo menelepon. Paman
memintaku berolahraga. Kata Paman Ajo perjalanan ke Baduy harus ditempuh jalan kaki
selama lima sampai enam jam, tidak ada kendaraan bermotor. Jadi, aku harus membiasakan
diri dengan berolahraga. Karena sudah sepakat, mau tak mau aku harus berolahraga supaya
tubuhku kuat berjalan jauh nanti. Tak lupa Paman Ajo juga menyebutkan beberapa barang
yang harus aku persiapkan.
3