Page 30 - PENILAIAN-STATUS-GIZI
P. 30
Penilaian Status Gizi
kehamilan). Pertumbuhan tinggi badan ini terjadi dari usia lahir sampai sekitar 17
tahun untuk perempuan dan sekitar usia 20 tahun untuk laki-laki. Dengan demikian
maka pertumbuhan panjang atau tinggi badan akan berdampak mutu sumber daya
manusia (SDM) Indonesia.
4) Banyak penelitian yang menemukan hubungan yang kuat antara anemi dengan tingkat
produktivitas kerja, orang yang menderita anemia mempunyai produktivitas yang
rendah. Demikian juga penelitian hubungan anemia dengan prestasi belajar, siswa
yang menderita anemi cenderung mempunyai prestasi belajar yang rendah. Penelitian
lain adalah hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian berat badan bayi
rendah (BBLR), ibu hamil yang menderita anemi berisiko mempunyai bayi dengan
berat badan rendah (BBLR) beratnya kurang dari 2500 gr.
5) Kelebihan berat berisiko menderita berbagai penyakit seperti jantung, atherosklerosis,
diabetes melitus, gangguan pada kesehatan mental dan fungsi kognitif. Riskesdas pada
tahun 2010, terjadi peningkatan prevalensi kegemukan di Indonesia secara nyata
terjadi pada balita yaitu dari 12,0% di tahun 2007 menjadi 14,0% di tahun 2010.
Prevalensi kegemukan pada anak usia 6 sampai 12 tahun adalah 9,2%, pada usia 13
sampai 15 tahun sebesar 2,5% dan untuk usia 16 sampai 18 tahun sebesar 1,4%.
Berdasarkan hasil PSG tahun 2016 menemukan data bahwa persentase gemuk pada
balita sebesar 4,3%, sedangkan pada dewasa usia lebih dari 19 tahun lebih tinggi lagi
yaitu sebesar 29,6%.
Ringkasan
1. Terdapat lima masalah gizi di Indonesia yaitu masalah kekurangan energi protein (KEP),
masalah anemi gizi, masalah kekurangan vitamin A, masalah gangguan akibat
kekurangan iodium (GAKI) dan masalah kelebihan gizi. Ke-5 masalah tersebut
mengakibatkan rendahnya sumber daya manusia (SDM) bangsa kita.
2. Kekurangan energi protein (KEP) berakibat pada mutu kualitas SDM. Hasil
pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah balita yang
tergolong sangat kurus sebesar 3,7% dan balita tergolong kurus sebesar 8,9%. Jumlah
anak sekolah dan remaja yang tergolong sangat kurus sebesar 2,4%, dan sangat kurus
sebesar 7,4%. Jumlah balita yang tergolong sangat pendek sebesar 8,5%, dan pendek
sebesar 19,0%. Masalah KEP diketahui dari lambatnya pertumbuhan tinggi badan anak
yang tercermin dari panjang atau tinggi badan. Anak yang pendek disebabkan oleh
asupan gizi yang tidak cukup dalam waktu yang relatif lama. Anak yang kekurangan
asupan gizi sejak lahir sampai balita dipastikan anak ini mempunyai tinggi badan yang
rendah (pendek). Hal ini berakibat pada kecerdasan otak setelah dewasa, orang yang
pendek cenderung kurang cerdas. Orang yang pendek juga sulit untuk mempunyai
prestasi yang baik pada bidang olah raga. Dengan demikian kekurangan energi protein
akan berakibat mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
22