Page 2 - Notula Seminar Kak Umi
P. 2

Namun, diksi tepat itu bisa diakali dengan penempatan yang pas. Menghanyutkan
               itu ‘kan bukan sedih saja. Bikin pembaca marah, ketawa, kecewa dengan tokoh, atau pun ikut
               deg-degan. Emosi yang ditimbulkan dari membaca, itu adalah hasil dari pemilihan diksi yang
               tepat.

                       Memang, enggak semuanya akan masuk ke dalam lingkaran yang kita buat, tetapi itu
               biarlah jadi tugas alam yang menyeleksi.

                       Tugas kita sebagai penulis adalah memperhatikan beberapa hal di bawah ini supaya
               bisa memilih diksi yang 'berhasil'.

                       Bagi  teman-teman  yang  masih  kesulitan  menemukan  diksi  yang  tepat,  bisa  coba
               praktikkan tips ini, karena untuk pemilihan diksi caranya, ya, cuma rajin baca dan latihan.

                       Sebenarnya,  enggak  ada  diksi  yang  salah,  cuma  pengemasannya  saja  yang  kadang
               kepleset (menurut pendapat pribadi  )




                       1. Pahami karakter tokoh-tokohmu
                       Ini  super  duper  penting.  bagi  saya  pribadi,  karakter  tokoh  itu  yang  akan  nge-lead
               keseluruhan novel. Takdir memang sudah dibuat, tapi karakter tokoh akan membangun suasana
               untuk mencapai takdir itu.

                       Misalnya, karakter tokoh perempuan utamamu adalah orang yang pendiam. Kamu bisa
               membuat  narasi  dia  lebih  banyak  mengobrol  di  dalam  kepala  ketimbang  apa  yang  dia
               sampaikan di dialog.

                       contoh, "boleh, langsung aja." Akkan tetapi, biasanya orang pendiam akan melanjutkan
               di dalam hati. Saya tanya ini sama beberapa kenalan yang pendiam.

                       mereka bilang yang ada di kepala itu buanyak, tetapi yang dikeluarkan mulut kadang
               nggak sesuai ekspektasi.

                       pendiam bukan berarti introvert, ya.

                       "Aku  adalah  orang  yang  pendiam,  lebih  suka  mengalah  saat  orang  lain
               berbicara."

                       Jangan  gunakan  narasi  membosankan  seperti  itu.  Manusia  (read:  pembaca)  lebih
               senang menilai sendiri dengan imajinasinya.
                       Mending gunakan:

                       "Lo jangan diem aja, dong, Ris. Menurut lo gimana?"

                       "Gitu juga boleh."

                       Aku  tak  masalah  dengan  rencana  satu  atau  pun  dua.  Menurutku  sama-sama
               menarik. Daripada berdebat hal-hal yang tak perlu, lebih baik tentukan satu kemudian
               siapkan strategi untuk eksekusi yang matang, bukan?

                       Dengan  narasi  di  atas,  interpretasi  pembaca  akan  macam-macam  sesuai  keinginan
               mereka. Tokoh pendiam, tokoh yang malas mikir, dll.
   1   2   3